Ngeri! IMF Ungkap 2 Ancaman Besar, Dunia Bisa Ambruk

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
17 July 2024 12:25
Logo International Monetary Fund (IMF). IMF via AP
Foto: Logo International Monetary Fund (IMF). IMF via AP

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi dunia masih dihantui oleh tekanan pada tahun ini dan tahun depan. Meskipun kabar baik masih berhembus, mendukung pertumbuhan yang lebih kuat.

Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook edisi Juli 2024 memperkirakan, pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini akan tetap di level 3,2%, sebagaimana perkiraan sebelumnya pada April 2024.

Sementara itu, pada 2025, pertumbuhan ekonomi global mereka perkirakan akan sedikit tumbuh lebih kencang sebesar 3,3%. Naik tipis 0,1% poin dari perkiraan sebelumnya pada April 2024 sebesar 3,2%.

"Proyeksi pertumbuhan global kami tidak berubah pada 3,2% tahun ini dan sedikit lebih tinggi pada 3,3%," kata Direktur Departemen Riset IMF Pierre-Olivier Gourinchas dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (17/7/2024).

Membaiknya kondisi perekonomian itu IMF didasarkan dari proyeksikan inflasi global yang akan melambat menjadi 5,9% tahun ini dari 6,7% tahun lalu. Diiringi aktivitas perdagangan global yang meningkat tahun depan, didorong oleh kuatnya ekspor sektor industri teknologi dari kawasan Asia.

"Ekonomi pasar berkembang di Asia tetap menjadi mesin utama bagi ekonomi global. Pertumbuhan di India dan Cina direvisi ke atas dan menyumbang hampir setengah dari pertumbuhan global. Namun prospek untuk lima tahun ke depan tetap lemah, terutama karena memudarnya momentum di negara berkembang Asia," kata Pierre.

Meski ada perbaikan dari sisi inflasi dan perdagangan global, IMF menekankan adanya dua risiko yang berpotensi mengerek ke bawah laju pertumbuhan ekonomi ke depan. Pertama ialah masih terkait dengan potensi tingginya suku bunga acuan global.

Potensi masih tingginya suku bunga acuan global itu mereka perkirakan dipicu oleh tantangan lebih lanjut terhadap disinflasi di negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS). Hal ini berpotensi memaksa bank sentral, termasuk Federal Reserve, untuk menjaga biaya pinjaman lebih tinggi lebih lama lagi.

"Itu akan menempatkan pertumbuhan secara keseluruhan dalam risiko, dengan meningkatnya tekanan ke atas pada dolar dan spillovers berbahaya ke negara berkembang dan berkembang," tutur Pierre.

Risiko kedua terletak pada tantangan fiskal secara global yang makin tinggi, dipicu konsolidasi defisit anggaran yang sulit kembali ke posisi normal di sejumlah negara setelah masa Pandemi Covid-19. Diiringi dengan potensi peningkatan rasio utang terhadap PDB di banyak negara.

"Dengan utang yang lebih tinggi, pertumbuhan yang lebih lambat, dan defisit yang lebih besar, dapat memicu beban utang yang tinggi, dengan risiko stabilitas keuangan," ungkapnya.


(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IMF Blak-blakan: Ini Kritik dan Pujian Untuk RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular