Soal Ekonomi RI, IMF Lebih Pede Ketimbang Pemerintah Lho...

Maesaroh, CNBC Indonesia
24 March 2022 16:35
Gedung Bank Indonesia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Dalam laporannya, IMF menyoroti pentingnya menyeimbangkan risiko yang bisa meningkatkan ataupun menurunkan perekonomian Indonesia. Untuk menyeimbangkan risiko, salah satunya adalah dengan mulai menghapus secara bertahap kebijakan 'exceptional" atau luar biasa yang dilakukan selama pandemi.

Seperti negara lain, Indonesia juga mengeluarkan sejumlah kebijakan pengecualian karena kondisi "luar biasa" akibat pandemi Covid-19. Kebijakan tersebut di antaranya adalah dengan menetapkan defisit anggaran di atas 3% dari PDB untuk periode 2020-2022. Batas defisit tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Keuangan Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang membatasi defisit maksimal 3% dari PDB.

"Ekonomi Indonesia sudah mulai pulih. Akan lebih baik jika kebijakan yang bersifat pengecualian yang dimaksudkan untuk mendorong ekonomi selama pandemi mulai dihapus secara bertahap. (Kembalinya defisit) akan meningkatkan kredibilitas dan membuat kebijakan fiskal lebih berkelanjutan," tutur IMF.


Kebijakan pengecualian lain yang disorot IMF adalah pembagian beban (burden sharing) antara pemerintah dan BI untuk membiayai defisit fiskal, terutama untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). BI menjadi standby buyer Surat Berharga Negara (SBN) di pasar primer. Sesuai kesepakatan burden sharing, BI akan menjadi standby buyer hingga tahun ini.

Sepanjang 2021, BI telah menyerap SBN sebesar Rp 358,32 triliun. Angka ini terdiri dari pembelian SBN sebesar Rp 143,2 triliun berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) I yang berlaku hingga 31 Desember 2022, serta Rp 215 triliun untuk pembiayaan kesehatan dan kemanusiaan akibat pandemi Covid-19.
Pada tahun ini, BI juga sudah membeli SBN sebesar Rp 8,76 triliun (hingga 15 Maret 2022) melalui mekanisme lelang utama dan greenshoe option.

IMF berharap Bank Indonesia akan mengakhiri pembelian SBN di pasar primer dan bisa memberikan sinyal yang jelas mengenai stance moneter mereka. 

Menanggapi IMF, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan permintaan IMF sudah sejalan dengan kebijakan otoritas Indonesia. "Ini sejalan dengan kebijakan pemerintah, BI dan otoritas lainnya untuk secara bertahap melakukan normalisasi kebijakan seiring ekonomi yang mulai pulih," tutur Dody, kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/2). 

Dody mengingatkan normalisasi kebijakan memang harus dilakukan karena kebijakan pengecualian dimaksudkan untuk sementara saja dan bukan alat kebijakan jangka panjang. "Tidak hanya dalam konteks koordinasi fiskal dan moneter dalam bentuk pembelian SBN di pasar perdana, namun juga normalisasi kebijakan seperti terkait defisit fiskal dan kebijakan moneter, yang memang sejak awal sifatnya hanya sementara,"imbuhnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular