
Ini Biang Kerok di Balik Isu Pemangkasan Biodiesel B30 ke B20

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) membenarkan bahwa saat ini tengah ada kajian mengenai penurunan kebijakan campuran biodiesel 30% (B30) untuk bahan bakar minyak (BBM) menjadi ke 25% (B25) dan 20% (B20).
Ketua Harian Aprobi, Paulus Tjakrawan menjelaskan wacana perubahan kebijakan B30 menjadi B25 atau B20 tersebut karena tersulut isu minyak goreng yang kini sudah dilepas dengan mekanisme pasar oleh pemerintah.
Sementara di sisi lain harga crude palm oil (CPO) atau minyak sawit di pasar global juga tinggi.
"Masalahnya ini karena harga sawit dunia yang tinggi. Inti masalahnya kan itu, jadi membuat harga minyak goreng tinggi. Ini jadi permasalahan kita," jelas Paulus kepada CNBC Indonesia, Jumat (18/3/2022).
Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengatasinya tersebut, kata Paulus banyak opsi, salah satunya yang tengah dikaji sekarang adalah B20 atau B25. "Salah satu alternatifnya itu," tuturnya.
Penurunan penggunaan sawit menjadi B20 atau B25 itu, kata Paulus akan dikaji dari segala sisi. Misalnya, Indonesia sudah berkomitmen terhadap penurunan emisi, juga pengaruhnya terhadap meningkatnya impor solar apabila B30 diturunkan.
Kendati demikian, kata Paulus, hingga sampai hari ini belum ada keputusan dari pemerintah. Aprobi dari sisi pengusaha menunggu saja bagaimana keputusan pemerintah nantinya.
Pasalnya, memang semua bahan baku pangan di dunia juga sedang naik, termasuk sawit dan kedelai untuk tempe. Artinya, situasi saat ini, menurut Paulus memang harus diputuskan secara cermat dan bijak setiap kebijakan yang akan ditempuh
"Kalau biarkan ke pasar (harga minyak goreng) kan harganya tinggi. Apakah produknya yang disubsidi atau orangnya yang disubsidi. Jadi memang semuanya sedang dikaji," tuturnya.
"Itu upaya pemerintah. Kami dari industri ikut saja. Semua aja kita ikut, apapun itu kita ikut. Karena kami percaya bahwa pertimbangan pemerintah sudah dapat masukan dari semua pihak dan pasti tidak akan merugikan satu pihak saja," kata Paulus melanjutkan.
Kendati demikian, Paulus mengungkapkan bahwa produsen menjual biodiesel ke badan usaha bahan bakar minyak dengan harga keekonomian, sejalan dengan ketentuan Kementerian ESDM. Selama ini, kata dia para pengusaha sudah mendapatkan mandat untuk menjual biodiesel di dalam negeri.
Berdasarkan catatan Aprobi, produksi minyak kelapa sawit nasional mencapai hampir 48 juta ton per tahun. Industri petrokimia dan biodiesel hanya menyerap masing-masing 1,7 juta ton dan 8,17 juta ton.
"Kebutuhan dalam negeri itu sekitar 18 juta, sisanya kita ekspor. Jadi nggak ada hubungannya," jelas Paulus.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hati-hati Pangkas B30 ke B20, Impor Solar Bisa Melonjak!
