
Duit RI Tangkal Perubahan Iklim Rp 102 T, Luhut: Belum Cukup!

Jakarta, CNBC Indonesia - Sikap Indonesia dalam memaknai dampak perubahan iklim selayaknya bisa dilakukan seperti saat menghadapi pandemi Covid-19, harus dimitigasi secara serius. Sayangnya, pemerintah malah terus menurunkan anggaran perubahan iklim dalam APBN.
Untuk diketahui, pemerintah telah mengalokasikan anggaran perubahan iklim sebesar Rp 307,94 triliun sejak 2018 hingga 2020. Jumlah anggaran perubahan iklim kemudian turun lagi menjadi Rp 97,66 triliun pada 2019, dan penurunan kembali terjadi pada 2020 menjadi sebesar Rp 77,81 triliun.
Artinya, setiap tahun pemerintah mengalokasikan anggaran perubahan iklim rata-rata sebesar Rp 102,65 triliun per tahun atau mencakup 4,3% dalam APBN.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pun menyadari bahwa anggaran perubahan iklim yang disiapkan dalam kas negara tidak mencukupi.
Dia mencatat, kebutuhan anggaran untuk perubahan iklim tahun anggaran 2020-2030 mencapai Rp 343,6 triliun. Kata Luhut, masih ada selisih tahunan anggaran sebesar Rp 241 triliun yang harus dibutuhkan dari sektor swasta.
"Kalau kita lihat anggaran hanya Rp 102 triliun atau 4,3%. Padahal kita butuh Rp 343 triliun. Angka ini memang kurang. Kalau kita lihat kekurangannya cukup besar," tuturnya dalam Grand Launching Proyek Investasi Berkelanjutan di Jakarta, Kamis (17/3/2022).
Oleh karena itu, Luhut mengungkapkan telah menyiapkan berbagai program yang bisa diimplementasikan atau di kolaborasikan dengan pihak swasta.
"Kalau kita lihat kekurangannya cukup besar. Apa yang kita lakukan untuk itu dan ada beberapa program bisa kita kerjasamakan," tuturnya.
Dalam menanggulangi dampak dari perubahan iklim, pemerintah pun kata Luhut telah menetapkan ketentuan terkait nilai ekonomi karbon atau carbon pricing dan sedang bekerja untuk implementasinya.
Nilai ekonomi kabron yang dimaksud merupakan bagian dari insentif untuk keuangan berkelanjutan dan akan mendukung investasi pembangunan berkelanjutan.
Kebijakan nilai nilai ekonomi karbon dalam rangka mengurangi emisi karbon melalui insentif dan implementasi biaya eksternalitas karbon.
"Pemerintah akan menentukan nilai karbon dan sedang kerja untuk implementasinya. Task force sudah menyelesaikan ini dan investasi pembangunan berkelanjutan dan proyek energi baru dan terbarukan (EBT), dan karena kita kaya sekali. Indonesia beruntung punya itu semua," jelas Luhut.
Pemerintah juga tengah menyiapkan skema blended finance yang melibatkan pihak swasta. Lewat skema energi transition mechanism ini, kata Luhut akan digunakan pemerintah untuk melakukan pensiun dini pembakaran fosil batu bara sebesar 5,5 Giga Watt (GW).
Upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim tidak hanya membutuhkan upaya teknis, namun juga dari sisi finansial. Komitmen kuat untuk mengurangi dan mengantisipasi dampak perubahan iklim perlu dukungan pendanaan yang cukup.
Jika kebutuhan dana tidak terpenuhi, program untuk mengurangi dan mengatasi dampak perubahan iklim tidak maksimal. Selanjutnya, akibat dampak perubahan iklim semakin parah dan menimbulkan kerugian yang lebih besar.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Luhut: RI Bakal Punya Pabrik Petrokimia Terbesar di Dunia!
