Batu Bara Meroket, Banggar: Suplai PLN Harus Dijaga!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Senin, 14/03/2022 17:30 WIB
Foto: Kapal tongkang Batu Bara (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyatakan bahwa harga batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) layak dipertimbangkan untuk diubah. Hal ini mengingat, perlunya menjaga pasokan batu bara ke PT PLN (Persero) di tengah harga batu bara yang saat ini sedang meroket.

Seperti diketahui sebelumnya, pemerintah saat ini mematok harga batu bara untuk DMO senilai US$ 70 per ton, sementara harga batu bara di pasaran atau ICE Newcastle (Australia) sudah menembus US$ 361,65 per ton pada Jumat (11/3/2022).

Pada awal Maret 2022 ini, harga batu bara sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa yakni di level US$ 446/ton.


Ketua Badang Anggaran DPR RI, Said Abdullah menyatakan, dengan caping harga batu bara US$ 70 per ton, perlu dipertimbangkan untuk adanya perubahan, hal ini untuk menjaga pasokan ke PLN.

"Dengan pergerakan harga yang sangat tinggi, perlu juga dipertimbangkan melihat kembali caping harga tersebut. Agar pasokan ke PLN bisa tetap terjaga," tandas Said kepada CNBC Indonesia, Senin (14/3/2022).

Sejatinya, meskipun harga batu bara sedang tinggi, perusahaan batuj bara sudah tidak bisa lagi bandel, dengan abai terhadap pasokan batu bara dalam negeri.

Pemerintah berkoordinasi membangun sistem informasi mineral dan batu bara antar kementerian dan lembaga (Simbara). Adanya sistem ini, produsen batu bara akan dipantau ketat oleh kementerian dan lembaga terkait, termasuk Kementerian Keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, melalui Simbara ini, dokumen-dokumen dari para pelaku bisnis akan terintegrasi yang bisa dipantau oleh kementerian dan lembaga terkait. Dokumen tersebut meliputi informasi laporan yang ada dari arus uang yang harus bisa disinkronkan.

Dokumen lainnya yang juga akan terpantau dalam Simbara yakni transaksi dan dokumen untuk pengangkutan barang, untuk menunjukkan konsistensi dari informasi dan arus uang.

"Sehingga dapat melacak keterkaitan antar pelaku usaha dan membandingkan pemeriksaan fisik barang dengan dokumen secara akurat antar kementerian dan lembaga (K/L), tanpa menciptakan bisnis yang kompleks bagi dunia usaha. Juga antar K/L bisa compare dan mengecek akurasi dari informasi tersebut," ujar Sri Mulyani.

Pembangunan dan pengembangan Simbara, kata Sri Mulyani juga sekaligus upaya pemerintah dalam menghadapi tingginya harga-harga komoditas, di tengah tensi geopolitik Rusia dan Ukraina yang belum kunjung usai.

"Sumber daya alam yang diproduksi Indonesia termasuk terkena dampak dengan melonjaknya harga-harga. Oleh karena itu, sumbangan dan kontribusi sumber daya alam, khususnya mineral dan batu bara menjadi sangat penting," kata Sri Mulyani.

Penerimaan negara menjadi kewajiban Sri Mulyani untuk bisa mengelolanya secara transparan dan menyampaikan ke publik, berapa kekayaan SDA yang diterima negara dalam bentuk pajak, bea keluar, dan dalam bentuk pendapatan atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti, dan lain sebagainya.

Sri Mulyani mengungkap, pada 2021, penerimaan negara berasal dari mineral dan batu bara, baik itu berupa pajak, bea keluar, dan PNBP mencapai Rp 124,4 triliun. Penerimaan tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Kenaikan harga komoditas mineral dan batu bara memberikan kontribusi besar. Namun, ini juga sekaligus sinyal pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan K/L untuk semakin bisa berkoordinasi dengan baik.

"Karena semakin tinggi harga mineral dan batu bara, maka ancaman tata kelola menjadi sangat tinggi. Insentif untuk melakukan pelanggaran tata kelola yang baik dalam penyelundupan, under invoicing (faktur tidak sesuai harga), tax evasion (penghindaran pajak) menjadi sangat besar," jelas Sri Mulyani.

Simbara, juga kata Sri Mulyani akan mengintegrasikan single identity atau identitas wajib pajak (WP) dan wajib bayar, proses perizinan tambang, rencana penjualan, verifikasi dari penjualan, pembayaran PNBP dan ekspor. Serta pengangkutan atau pengkapalan dan devisa hasil ekspor (DHE).

Simbara ini akan dipantau ketat dan dikembangkan bersama-sama oleh antar kementerian terkait diantaranya Kementerian Keuangan, Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, dan Bank Indonesia.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: 2024, PLN Raih Pendapatan Rp 545,4 T & Laba Rp 17,76 Triliun