
Bikin Gemetar RI, Baju Impor China Merajalela

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri mengaku kesulitan akibat serbuan baju impor, terutama dari China. Selain itu, pengusaha di dalam negeri mengeluhkan masuknya baju-baju bekas impor.
Apalagi, baju-baju bekas impor tersebut melenggang bebas di pasar domestik yang dikemas dengan bisnis thrift shop dengan preloved. Pemerintah diharapkan lebih memedulikan pengembangan industri lokal.
Sekjen Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Lely Fitriyani mengatakan, saat ini industri fesyen dan garmen di dalam negeri sangat kesulitan bangun dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19. Sementara, lanjutnya, pasar direbut produk China yang murah.
Industri di dalam negeri, kata Lely, tidak diproteksi oleh pemerintah. Belum lagi, imbuh dia, dukungan perbankan untuk UKM fesyen/ garmen lokal masih kecil.
"Kami ingin dibantu untuk membuka pasar baru ke negeri-negeri yang menyukai produk kami. APPMI saat ini juga sedang berupaya mandiri membangun pasar di dalam negeri melalui event Indonesia Fashion Week. Untuk itu, kami sangat memerlukan dukungan pemerintah termasuk perbankan nasional. Terutama dari bank BUMN yang masih minim penyaluran kredit terhadap sektor kami," kata Lely kepada CNBC Indonesia, Sabtu (12/3/2022).
Lely menuturkan, saat ini daya beli di dalam negeri sedang menurun. Akibatnya, konsumen yang tadinya mampu membeli baju Rp1 juta, jadinya hanya mampu beli Rp300 ribu.
"Tapi, konsumen tetap ingin kualitas bagus. Barang Rp300 ribu buatan China bagus. Pasar kami tentu tergerus. Sementara, kelas atas sekali, cendeerung masih suka beli barang branded di pasar luar negeri," kata Lely.
Hal senada disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja. Tidak hanya dari China, serbuan baju impor asal Bangladesh juga akan mengancam pasar domestik.
"Eksportir pakaian jadi dunia itu nomor satu China, nomor 2 Bangladesh, dan nomor 3 Vietnam. Bea masuk dari China nol persen, dan saat ini dari Bangladesh 20-25% tergantung kode HS," kata Jeremy kepada CNBC Indonesia, Sabtu (12/3/2022).
Dia menambahkan, ekspor dari Bangladesh itu US$36 miliar, sedangkan Indonesia hanya US$6 miliar.
"Dan ekspor dari Bangladesh itu dari bonded zone (kawasan berikat), dimana ketentuannya nggak boleh ada barang sisa dipasarkan ke dalam negeri. Artinya mereka butuh pasar untuk itu, salah satunya Indonesia," ujar dia.
Karena itu, lanjutnya, pelaku industri TPT di dalam negeri menolak Indonesia Bangladesh Preferential Tariff Agreement (IB-PTA).
"Kami sedang bicara terus dengan pemerintah, jangan sampai dikasih Bangladesh dikasih (kebebasan untuk TPT). Yang jelas, jangan sampai salah, kalau impor menyerbu pasar domestik, bukan industri besar yang dirugikan. Yang rugi itu IKM, dan ini menyangkut ratusan ribu tenaga kerja. Pasar garmen lokal kita itu dikuasai IKM, kalau ekspor baru industri besar. Lebih 50% itu IKM. Banyak banget di pelosok Bandung, mulai Ciwidey hingga Tasik," kata Jeremy.
Baju Bekas Impor
Terkait masuknya baju bekas impor oleh bisnis preloved atau thrift shop, kata Jeremy, juga menjadi momok yang akan mengancam industri TPT nasional.
"Preloved sangat mengganggu pasar TPT Indonesia, khususnya segmen IKM. Preloved atau thrift sudah pasti impor karena jumlahnya cukup banyak. Berapa besar sih eks-lokal? Ini harus menjadi concern pemerintah, harus dikendalikan. Karena secara izin juga kan harusnya baju bekas nggak boleh," kata Jeremy.
Bisnis preloved atau thrift, ujarnya, utamanya menjual baju bekas impor. Jika ada klaim menjual baju atau koleksi pribadi, ujarnya, bisa dicek dengan hang tag yang digunakan adalah untuk baju impor.
![]() Pengunjung mencari pakaian second di Pasar Senen, Jumat, 15/10. Tren thrifting atau buru pakaian impor yang masih layak pakai berlanjut usai PPKM ketat akibat Corona mereda. Pasar Senen, Jakarta Pusat, merupakan salah satu tujuan yang paling banyak dipilih untuk thrift shop. Penampilan pasar yang semakin nyaman dan modern berkat peremajaan dan dibangun kembali pasca kebakaran pada April 2014 dan Januari 2017 lalu itu, membuat pengunjung betah berbelanja. Pengunjungnya mayoritas kalangan anak muda yang tampil gaya tanpa mengeluarkan banyak biaya, atau mereka yang mencari pakaian unik, branded dan tidak pasaran. Selain baju disini juga menjual sepatu branded second dan aksesoris lain. Harga yang dijual dari Rp20.000 hinggal Rp150 ribu bisa ditawar. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki) |
"Voumenya banyak banget. Karena itu, kami akan bicara dengan Ditjen Bea dan Cukai meminta agar dkkontrol. Karena, saat ini industri TPT nasional termasuk garmen sedang dalam proses pemulihan setelah tertekan akibat pandemi Covid-19. Untuk itu, dibutuhkan situasi yang mendukung. Termasuk mengontrol impor dan memberikan privilege buat industi dalam negeri," kata Jeremy.
Hal senada diserukan APPMI.
"Ini (preloved/ thrift shop) tantangan. Sebaiknya, perlu dikaji ulang untuk bisa masuk ke Indonesia karena kategorinya adalah limbah sebenarnya. Terkadang dalam barang-barang preloved bisa diselipkan limbah lain. Ancaman terhadap fesyen dan tata kelola limbah juga," kata Lely.
Pemerintah, lanjut dia, harus mewaspadai potensi ancaman akibat baju bekas impor.
"Yang harus diwaspadai adalah potensi kehilangan pasar produk tas apparel dan sepatu lokal. Pemerintah diharapkan lebih memedulikan pengembangan industri kulit lokal semisal di Garut untuk bisa bersaing dengan industri kulit kelas dunia," kata Lely.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waspada Badai PHK Jika Baju Bangladesh Banjiri Pasar RI