Tak Mudah, Simak Deretan Tantangan Mengelola Dana Haji
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mendapatkan mandat sebagai pengelola keuangan haji. BPKH layaknya manajer investasi atas dana haji yang dititipkan untuk dikelola oleh BPKH.
Namun, pengelolaan keuangan haji tidaklah mudah. BPKH dihadapkan pada sejumlah tantangan yang salah satunya adalah terbatasnya instrumen penempatan dan investasi yang sesuai prinsip syariah.
"Sekaligus akuntabel sesuai batasan pasal 2 UU No. 34 tahun 2014," kata Indra Gunawan, Deputi Investasi Surat Berharga dan Emas BPKH dalam keterangannya, Sabtu (12/3/2022).
Indra mengemukakan, pengurus BPKH juga dihadapkan dengan pasal tanggung renteng atas kerugian sesuai pasal 53 UU 34/2014. Hal ini memiliki kemiripan dengan pasal 37 ayat (3) UUn40 tentang Perseroan Terbatas (PT) yang menyatakan bahwa direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian.
Namun, langkah mitigasi dalam UU PT telah diperjelas oleh pasal 97 ayat (5) UU PT yaitu Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat (3).
Ketentuan di atas berlaku apabila dapat membuktikan kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, atau telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Selain itu, tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
"Hal ini sangat jelas bahwa terdapat aspek acquit et de charge atau pelepasan/pembebasan tuntutan, dengan syarat pengurus harus menunjukan itikad baik dan tindakan sebagai dimaksudkan dalam Pasal 97 ayat (5) di atas," katanya.
Indra mengatakan, pasal 97 UU PT sejatinya mencakupi dan mencukupi rangkaian pelepasan tanggung jawab Direksi sesuai tata kelola, dimana acquit et de charge memenuhi tindakan Direksi yang tercatat dalam laporan tahunan yang dipertanggungjawabkan dalam RUPS, namun juga telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar.
Sejauh ini, BPKH telah melakukan pengelolaan keuangan haji secara sangat hati-hati, dengan berbagai mitigasi risiko yang dilakukan agar tidak mengalami kerugian. Namun demikian, dalam UU No. 34/2014 belum terdapat klausul mengenai kewajiban penyisihan untuk cadangan kerugian yang dapat diambil dari laba bersih perseroan.
Selain itu, UU 34/2014 juga belum memiliki klausul terkait mitigasi risiko melalui pencadangan maupun permodalan sebagaimana contoh dalam UU PT Pasal 70. Hal ini penting dan perlu, agar pengelolaan keuangan haji dapat lebih aman.
"Usulan revisi atas UU 34/2014 dapat dilakukan oleh BPKH, namun demikian revisi UU 34/2014 baru dapat dilakukan revisi apabila pemrakasa yaitu Pemerintah setuju atas usulan tersebut," katanya.
(cha/cha)