
Makin Mahal Harga Minyak Cs, APBN Makin Cuan?

Kenaikan harga komoditas bagaikan dua sisi mata uang bagi APBN. Di satu sisi, harga komoditas seperti batu bara, minyak sawit, dan minyak akan membuat penerimaan negara melejit tanpa perlu banyak usaha.
Di sisi lain, harga komoditas juga akan membebani APBN karena subsidi energi bisa membengkak. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, subsidi BBM akan melonjak saat harga minyak mentah dunia naik atau rupiah melemah.
Sepanjang 2011-2021 atau dalam 11 tahun terakhir, hanya tiga kali realisasi subsidi BBM tidak melebihi alokasi APBN yaitu pada tahun 2014, 2015 dan 2019. Pada tahun 2011-2013, pembengkakan subsidi BBM rata-rata mencapai 26%.
Pembengkakan terbesar terjadi pada 2012 di mana realisasinya mencapai Rp 211,9 triliun, sementara alokasinya hanya Rp 137,4 triliun.
Pada tahun tersebut harga minyak mentah melambung karena booming komoditas hingga pernah menyentuh US$131,27/barel.
Realisasi subsidi BBM yang jauh di bawah alokasi terjadi pada 2019 di mana harga minyak mentah jatuh. Pada tahun ini, subsidi BBM dan Elpiji 3 kg ditetapkan sebesar Rp 77,55 triliun. Subsidi ditetapkan dengan menghitung harga minyak Indonesia/ICP sebesar US$63/barel dan nilai tukar rupiah Rp 14.350.
Berdasarkan hitungan, setiap kenaikan harga minyak sebesar US$ 1 per barel, akan berdampak pada kenaikan subsidi LPG sekitar Rp 1,47 triliun, subsidi minyak tanah sekitar Rp 49 miliar, dan beban kompensasi BBM lebih dari Rp 2,65 triliun. Artinya, bisa berdampak pada kenaikan beban APBN sebesar Rp 4,17 triliun setiap kenaikan harga minyak US$ 1 per barel.
Dengan melihat data terkini di mana harga minyak mentah ada di US$109/barel atau sudah US$63 di atas asumsi maka beban bisa bertambah Rp 262,71 triliun.
(mae/mae)