Ada 'Jeritan' Peternak, Siap-siap Harga Ayam Terus Meroket

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
Jumat, 11/03/2022 06:45 WIB
Foto: Ilustrasi Penjualan Ayam (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Peternak ayam ras (broiler) menjerit akibat lonjakan biaya produksi. Mulai dari harga anakan ayam (day old chicken/ DOC) final stock (FS), hingga lonjakan harga pakan. Sementara, harga daging ayam ras di pasar terpantau terus naik dan diprediksi akan berlanjut. Namun, peternak mengkhawatirkan kenaikan harga tidak akan terjadi di tingkat kandang (farm gate) karena mempertimbangkan daya beli.

Akibatnya, banyak peternak mandiri yang memilih berhenti beternak ayam hingga menunggu situasi kondusif, atau mengurangi jumlah ayam yang akan diternak. Pasalnya, harga daging ayam di pasar diprediksi masih akan terus naik, tapi harga jual peternak tidak dapat terkerek.

"Harga beli kita untuk pakan sudah naik dua kali sejak akhir Desember 2021, sekitar Rp200-400 per kg, bervariasi. Harga DOC dari posisi Desember 202 itu Rp6.200 - 6.300 per ekor sekarang sudah Rp7.200 - 7.400 per ekor. Pakan sudah Rp8 ribuan per kg," kata Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah kepada CNBC Indonesia, Kamis (10/3/2022).


Rata-rata di Jawa Tengah itu Rp7.300 - 7.500 di akhir Desember 2021, naik 2 kali sampai saat ini sudah Rp7.950 - 8.250 per kg.

"Sementara, harga farm gate live bird (harga jual peternak) Rp18.000 - 19.500 per kg ayam hidup. Sementara biaya produksi sudah Rp19.000 - 20.000 per kg. Kita nggak bisa langsung ikut menaikkan harga karena takutnya daya beli," ujarnya.

Sementara itu, Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional mencatat, harga daging ayam ras segar pada 10 Maret 2022 naik Rp150 menjadi Rp36.200 per kg. Dan, Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat rata-rata harga nasional adalah Rp35.400 per kg.

"Sudah seminggu ini harga ayam di farm gate segitu-segitu saja. Tapi, kalau di pasar saja sudah Rp34-55 ribu per kg, kalau peternak jual Rp20 ribu saja itu susah, sudah mentok. Akibatnya, beternak ayam nggak menarik lagi buat peternak mandiri. Berbeda dengan peternak integrator, perusahaan," ujarnya.

Integrator, lanjutnya, memiliki modal yang kuat dan akses bahan baku yang mumpuni sehingga bisa menekan biaya produksi lebih efisien.

'Modalnya dia bisa ditekan jadi Rp16.000 per kg, jadi kalau jual Rp19.000 juga masih untung. Tapi pasti akan mengaku di media itu dia jual rugi. Padahal, karena dia integrator, bisa beli DOC Rp5.000 per ekor, kami Rp7.000 per ekor, pakan dia masih bisa dapat Rp6.000 - 6.300 per kg. Inilah bedanya beban pembudidaya mandiri dengan perusahaan besar," ujarnya.

Kondisi serupa yang berulang bertahun-tahun ini, kata dia, tidak pernah mendapat solusi dari pemerintah. Akibatnya, katanya, jumlah peternak mandiri terus menyusut. Antara tutup total, dicaplok perusahaan integrator, atau memangkas kapasitas.

"Tadinya ada 400-an peternak, tapi sekarang sudah susut jadi 200 atau 250-an peternak mandiri berskala hingga 50 ribu ekor per bulan. Sebagian tutup karena dia musiman, biasanya hanya 2-3 ribu ekor per bulan, sekitar 30-an persen dari yang ada. Ada juga yang karena musiman, dia dicaplok perusahaan. Tapi begitu mau balik mandiri lagi sudah tidak bisa karena ditakut-takuti," jelasnya.

Dengan semakin menyusutnya jumlah peternak, kata dia, akan menekan populasi ayam di Tanah Air.

"Ini efeknya (gangguan pasokan ternak) akan terasa di jelang Lebaran nanti," ujarnya.

Karena itu, dia berharap pemerintah tegas dan tidak hanya mengutamakan kepentingan peternak integrator.

Sementara itu, imbuh dia, peternak juga menghadapi pelemahan daya beli masyarakat, terutama di awal tahun. Belum lagi, lanjut dia, kondisi belum kembali pulih terutama sejak pemerintah pemerintah berulang kali memberlakukan PPKM, larang ini itu.

"Biasanya memang Januari-Maret itu sepi, baru kemudian April naik karena uang sudah berputar. Uang-uang proyek sudah riil dan bisa dibelanjakan. Karena daya beli menentukan. Kalau nggak ada uang, Rp5.000 pun nggak dibeli. Sementara kalau ada uang, harga Rp10.000 pun dibeli," kata Pardjuni,

"Akibatnya, peternak yang tadi memiliki uang, mengurangi pembelian DOC nya. Dengan modal yang biasanya dia punya untuk 10 ribu ekor kini hanya cukup untuk 8 ribu ekor," lanjutnya.

Dia menambahkan, opsi itu dipilih bersamaan dengan potensi semakin susutnya marjin.

"Tapi, jangan dikira karena harga ayam di pasar sekarang melonjak pedagang raup untung. Nggak juga. Karena, dia juga nggak mampu membeli banyak-banyak. Cash flownya bisa terganggu," katanya.

Pardjuni memprediksi harga ayam masih akan terus menguat. Tapi, tidak di tingkat peternak.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Indonesia Diramal Kembali Deflasi di Mei 2025