Gejolak Harga Minyak, Banggar DPR: Subsidi Energi Bisa Diubah
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia sampai hari ini masih nyaman bertengger pada level di atas US$ 100 per barel. Naiknya harga minyak dunia ini tentu akan mengganggu belanja negara, terutama dari sisi subsidi energi.
Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) sampai hari ini masih menunggu usulan pemerintah, apakah subsidi energi perlu diubah untuk dinaikan atau tidak.
Seperti diketahui, subsidi energi untuk tahun 2022 dipatok sebesar Rp 134,02 triliun, terdiri dari subsidi jenis BBM tertentu dan LPG tabung 3 kilogram (kg) sebesar Rp 77,54 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 56,47 triliun.
Adapun realisasi subsidi energi hingga Januari 2022 sudah mencapai 7,61% dari pagu anggaran Rp 134,02 triliun, atau mencapai Rp 10,2 triliun.
Realisasi subsidi energi sampai Januari 2022 tersebut melonjak 347,2% dibandingkan belanja subsidi pada Januari 2021 yang hanya mencapai Rp 2,3 triliun.
Lonjakan subsidi tersebut tak lepas dari kenaikan harga minyak mentah dunia yang signifikan sejak tahun lalu. Sekaligus sebagai upaya pemerintah dalam melindungi dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengungkapkan, bila ada kebutuhan kenaikan dari pemerintah, dirinya mempersilahkan untuk mengajukan kepada DPR.
"Subsidi energi sudah kita patok Rp 134 triliun. Bila ada kebutuhan kenaikan, kita tunggu saja usulan pemerintah," jelas Said kepada CNBC Indonesia, Kamis (10/3/2022).
Kendati demikian, untuk alokasi kebutuhan anggaran kompensasi BBM dan listrik, kata Said pemerintah masih memiliki cadangan melalui anggaran Bendahara Umum Negara (BUN) sebagai kebijakan automatic adjustment.
"Kebijakan automatic adjustment dapat langsung diterapkan oleh Menteri Keuangan (Sri Mulyani Indrawati) sebagai respon kebijakan fiskal yang lentur untuk menyesuaikan dengan keadaan ekonomi eksternal," kata Said melanjutkan.
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) sendiri tak menampik, bahwa meningkatnya harga minyak mentah dunia akan memberikan dampak terhadap belanja negara, terutama dari sisi subsidi energi.
Mengingat Indonesia saat ini masih menjadi negara net importir migas, sebagai upaya memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusat Kebijakan APBN Kementerian Keuangan, Wahyu Utomo menyampaikan, krisis geopolitik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina berdampak pada kenaikan harga komoditas migas dan pangan.
Peningkatan harga komoditas tersebut, kata Wahyu, berpengaruh terhadap kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Khususnya dari sisi pendapatan negara yang berbasis komoditas migas yaitu penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) migas dan PNBP Sumber Daya Alam migas.
Menurut Wahyu, perubahan komoditas migas juga akan berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi di sektor pertambangan dan sektor lain yang terkait sehingga dampaknya pada sisi pendapatan negara, baik di sisi perpajakan maupun PNBP.
"Sementara itu, di sisi belanja negara, peningkatan harga komoditas migas akan berpengaruh langsung terhadap perhitungan belanja subsidi energi, Dana Bagi Hasil (DBH), serta anggaran pendidikan dan anggaran kesehatan," ungkap Wahyu kepada CNBC Indonesia, Kamis (10/3/2022).
(pgr/pgr)