Blak-blakan Pemerintah Soal Minyak Dunia, Subsidi Jebol?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam hal ini Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) mulai angkat bicara perihal belum bisa dibendungnya kenaikan harga minyak mentah dunia. Pada dasarnya meningkatnya harga minyak mentah dunia ini akan memberikan dampak kepada Indonesia. Khususnya dari sisi belanja negara atas belanja subsidi energi.
Maklum, Indonesia saat ini masih menjadi negara net importir migas, sebagai upaya memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.
Sampai pada Kamis (10/3/2022) pagi ini Pukul 09.30 WIB tercatat harga minyak mentah dunia dalam hal ini Brent mencapai level US$ 112,63 per barel. Itu artinya, harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan dunia itu masih nyaman berada di atas level US$ 100 per barel.
Pelaksana tugas (Plt) Kepalan Pusat Kebijakan APBN Kementerian Keuangan, Wahyu Utomo menyampaikan, krisisi geopolitik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina berdampak pada kenaikan harga komoditas migas dan pangan.
Peningkatan harga komoditas tersebut, kata Wahyu, berpengaruh terhadap kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Khususnya dari sisi pendapatan negara yang berbasis komoditas migas yaitu penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) migas dan PNBP Sumber Daya Alam migas.
Menurut Wahyu, perubahan komoditas migas juga akan berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi di sektor pertambangan dan sektor lain yang terkait sehingga dampaknya pada sisi pendapatan negara, baik di sisi perpajakan maupun PNBP.
"Sementara itu, di sisi belanja negara, peningkatan harga komoditas migas akan berpengaruh langsung terhadap perhitungan belanja subsidi energi, Dana Bagi Hasil (DBH), serta anggaran pendidikan dan anggaran kesehatan," ungkap Wahyu kepada CNBC Indonesia, Kamis (10/3/2022).
Namun demikian, kata Wahyu, sejauh ini dampak terhadap APBN dapat di mitigasi dengan baik sehingga defisit masih tetap terkendali dalam batas aman.
Adapun dalam rangka mengantisipasi dan memitigasi risiko, Wahyu bilang, pemerintah tengah menempuh langkah untuk tetap memonitor dinamika perekonomian dan volatilitas harga komoditas.
"Dalam rangka merespon kebijakan, pemerintah senantiasa mempertimbangkan: stabilitas ekonomi, menjaga daya beli masyarakat miskin dan rentan, menjaga keberlanjutan fiskal dan menjaga keberlanjutan badan usaha," tandas Wahyu.
(pgr/pgr)