Pak Jokowi, Ini Cara Dapetin Cuan Dari Tingginya Harga Nikel

Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mencatat tingginya harga nikel saat ini tentunya akan membawa dampak positif bagi industri nikel baik di hulu maupun di hilir. Namun untuk saat ini, euforia kenaikan harga nikel itu belum bisa dinikmati oleh para produsen.
Sementara APNI mengusulkan, agar kenaikan harga nikel hasilnya bisa dinikmati oleh negara, pemerintah diminta untuk menetapkan bea keluar kepada hasil olahan nikel seperti misalnya pig iron maupun feronikel.
Penetapan bea keluar sebagai momentum pemerintah mendapatkan 'cuan' dari harga nikel yang tengah melesat ini. Pasalnya, untuk kegiatan pertambangan baik itu produksi saat ini para produsen masih terganjal beberapa hal. Lagi pula untuk ketentuan penjualan nikel, pemerintah sudah melakukan penetapan Harga Patokan Mineral (HPM).
Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey menyampaikan, bahwa momentum penetapan bea keluar di tengah harga yang sedang naik ini harus diambil pemerintah.
"Ini kan bisa menjadi satu langkah kebijakan pemerintah, di saat harga komoditas yang lagi meningkat saya rasa langkah yang tepat jika pemerintah membebankan bea keluar nikel olahan, sehingga ada penerimaan untuk pemasukan negara," ungkap Meidy kepada CNBC Indonesia.
Ia menilai, bahwa produsen pertambangan nikel setuju dengan adanya penetapan bea keluar tersebut. Alasannya, dengan penetapan bea keluar di tengah harga yang meningkat tidak jadi masalah.
"Sampai menembus US$ 100.000 per ton hal yang luar biasa, kalau dalam harga ini ada beban sedikit saja yang negara berikan kepada pelaku usaha untuk dilakukan ekspor, seperti feronikel dan pig iron, saya rasa pelaku usaha tidak akan keberatan karena industri hilir terlalu banyak diberikan fasilitas," ungkap Meidy.
Seperti yang diketahui, harga nikel dunia mencatatkan rekor tertinggi atau sampai pada Selasa (8/3/2022) harganya tembus mencapai US$ 101.350 per ton. Sayangnya harga yang mencatatkan rekor sepanjang masa ini belum bisa dinikmati oleh para produsen nikel.
Meidy mengungkapkan, bahwa untuk saat ini, tingginya harga nikel tersebut untuk saat ini belum bisa dinikmati kepada para produsen nikel.
Sebab, sesuai dengan aturannya, ketentuan penjualan nikel dilangsungkan melalui harga patokan mineral (HPM) sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM) Nomor 11 tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batu Bara.
Nah dengan adanya ketentuan itu, harga tinggi yang ada saat ini belum sepenuhnya berpengaruh. "Kalau kita lihat harga patokan nikel tiga bulan terakhir, bukan hari ini. Tentu kalau misalnya kita lihat perkembangan satu bulan ke depan bisa stabil, misalnya saja di angka US$ 80 ribuan (per ton), tentu di bulan April HPM kita akan meningkat," ungkap Meidy kepada CNBC Indonesia.
Selain soal ketetapan harga, terdapat kendala di lapangan yang membuat euforia terbangnya harga nikel belum bisa dinikmati oleh produsen. Yakni, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum memberikan restu Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) kepada sejumlah produsen nikel.
Sehingga, sejumlah produsen nikel tersebut belum melaksanakan kegiatan produksi nikelnya.
"Bagaimana kita mau nikmati euforia, jika banyak perusahaan belum mengantongi izin RKAB. Bagaimana mau jualan di angka yang fantastis kalau belum ada persetujuan RKAB, ilegal dong nanti. Belum bisa ini cuma euforia sesaat saja, kita berdoa harga (tinggi) stabil sampai bulan depan, minimal penentuan HPM agak meningkat, kita lihat perkembangan akhir bulan," ungkap Meidy.
Selain itu, pengusaha nikel juga saat ini masih di bayang-bayangi oleh upaya pemerintah melakukan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Tentu juga walaupun harga nikel lagi tinggi-tingginya, penambang nikel lagi punya demam ketakutan karena banyak penambang IUP dicabut pemerintah, jadi kurang cukup menikmati dari euforia ini," tandas Meidy.
[Gambas:Video CNBC]
Simak, Ini Negara yang Kepincut Investasi Hilir Nikel di RI
(pgr/pgr)