Titah Menteri ESDM: Pemda Harus Dukung Energi Hijau!

Jakarta, CNBC Indonesia - Demi mewujudkan netral karbon atau net zero emission pada 2060 atau lebih cepat, pemerintah daerah (Pemda) juga diminta untuk berkomitmen mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi negara bebas karbon.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, pengembangan energi nasional memiliki visi berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan dengan memprioritaskan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan konservasi energi, dalam rangka mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi.
Indonesia juga telah menargetkan bauran EBT dalam energi nasional dapat mencapai 23% pada 2025 dan 31% pada 2050. Sayangnya, capaian EBT pada energi nasional baru mencapai 11,7% pada 2021.
Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral Arifin menjelaskan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan EBT adalah dengan menerbitkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang lebih berpihak terhadap EBT.
"Target pembangkit EBT pada 2030 akan mencapai 20,9 gigawatt atau 51,6% dari total kapasitas pembangkit baru yang ditargetkan 40,6 gigawatt," jelas Arifin dalam sebuah diskusi bertajuk Governors' Forum on Energy Transition, Rabu (9/3/2022).
Adapun, kata Arifin fokus pengembangan EBT saat ini yakni meningkatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan target penambahan pembangkit pada RUPTL sebesar 40,7 Giga Watt pada 2030. Juga dengan pengembangan PLTS atap sebesar 3,6 gigawatt hingga 2025.
Oleh karena itu, Arifin memandang perlu dukungan menyeluruh baik dari pemerintah pusat dan daerah, sehingga proses transisi energi akan berjalan dengan baik.
Pemda, diminta untuk membuat kebijakan yang berpihak terhadap pengembangan EBT dan mendukung upaya penghematan energi. "Hal ini dapat tercermin dari rencana pembangunan jangka menengah daerah yang disusun, apakah telah selaras untuk melakukan transisi energi di daerah," ujar Arifin.
"Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berorientasi pada transisi energi dan akselerasi ekonomi berbasis ekonomi hijau, akan menjadi kunci keberhasilan transisi energi di daerah," kata Arifin lagi.
Kementerian ESDM mencatat, hingga Maret 2022 sudah terdapat 22 provinsi yang telah menetapkan peraturan daerah untuk Rancangan Umum Energi Daerah (RUED).
Sebagian pemerintah Provinsi tersebut telah mengimplementasikan RUED pengembangan EBT dalam skala kecil.
Implementasi RUED di daerah telah dilakukan dengan membuat peraturan gubernur (Pergub) tentang aturan teknis tentang pelaksanaan Perda RUED, pergub tentang energi bersih dan kendaraan listrik. Serta surat edaran untuk menggunakan solar rooftop untuk bangunan perkantoran pemerintah, industri, hotel, serta bangunan hunian rumah.
Arifin merinci, satu provinsi dalam proses perundangan di daerah, dua provinsi dalam proses dengan DPRD, tiga provinsi dalam proses fasilitas dengan Kemendagri, dan enam provinsi lainnya akan menyelesaikan dalam program pembentukan Perda 2022.
"Namun penetapan RUED bukan hasil akhir, karena implementasi RUED juga harus disiapkan agar transisi energi dapat berjalan dengan baik. Saya berharap semakin banyak daerah untuk mendukung implementasi Perda RUED, khususnya dalam pengembangan EBT," ujar Arifin.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengungkapkan, akselerasi EBT tak cukup diandalkan dari APBD atau APBN. Sehingga perlu pendanaan dari sumber lain baik BUMD, BUMN, pihak swasta atau masyarakat.
"Insentif masing-masing daerah untuk percepatan PLTS dapat dibicarakan saat forum transisi ini. Dibutuhkan intervensi pemerintah pusat untuk mendukung transisi energi di daerah, khususnya dari sisi penganggaran," jelas Djoko.
[Gambas:Video CNBC]
RI Butuh US$ 1 Triliun Kejar Netral Karbon, Duit Dari Mana?
(pgr/pgr)