
Jika Minyak US$ 300/Barel: Utang RI Bengkak, Rupiah Tumbang!

Apa yang terjadi kalau harga minyak benar-benar menyentuh US$ 300/barel? Well, yang jelas dampaknya akan luar biasa.
Dampak ini akan sangat dirasakan oleh negara-negara dengan ketergantungan akan minyak impor. Mengutip Statista, adalah China yang menjadi importir minyak terbesar dunia. Pada 2020, Negeri Tirai Bambu mendatangkan 11,16 juta barel/hari minyak mentah dan 1,71 juta barel/hari produk minyak.
Kalau harga minyak sampai ke US$ 300/barel, maka biaya produksi barang bikinan China pasti akan naik. Hasilnya, harga jual barangnya pun bakal ikut terkerek.
Masalahnya, China adalah negara eksportir terbesar dunia. Produk-produk China menjadi pemandangan sehari-hari, mulai dari peniti sampai komponen pesawat terbang. Sampai ada pameo "bumi dan seisinya adalah ciptaan Tuhan, sisanya made in China".
Pada 2020, nilai ekspor China mencapai US$ 2,59 triliun. Angka ini setara dengan 13,2% total ekspor dunia.
Jadi saat barang-barang China naik harga, dampaknya akan terasa ke seluruh dunia. Seluruh negara bisa mengalami tekanan inflasi.
"Pasar sangat khawatir dengan kenaikan harga yang terjadi di China. Jika pembeli membayar produk China dengan harga yang lebih tinggi, maka China 'mengekspor' inflasi ke seluruh dunia," sebut Chi Lo, Senior Market Strategist di BNP Paribas Asset Management, dalam risetnya.
Padahal dunia baru mencoba pulih dari pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang meneror selama dua tahun terakhir. Lonjakan inflasi tentu berisiko menahan proses pemulihan ini, karena inflasi akan menggerus daya beli dan pada akhirnya menekan konsumsi rumah tangga.
Halaman Selanjutnya --> Utang Indonesia Bisa Bengkak
(aji/aji)