
Harga LPG & BBM Non Subisidi Tinggi, Momentum Alih ke Listrik

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tak bisa membendung adanya kenaikan harga-harga baik Liquefied Petroleum Gas (LPG) non subsidi dan Bahan Bakar Minyak (BBM) non penugasan. Naiknya harga-harga itu dinilai menjadi momentum Ri untuk menggenjot penggunaan energi listrik.
Hal itu imbas dari tingginya harga minyak dunia yang saat ini saja, harga minyak mentah jenis Brent sudah mencapai hampir US$ 130 per barel. Begitu juga untuk harga gas melalui harga Contract Price Aramco (CPA) mencapai US$ 775 per metrik ton.
Alasan naiknya kedua komoditas itu salah satunya adalah karena terimbas perang antara Rusia dan Ukraina.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto menyatakan bahwa, kenaikan harga-harga LPG dan BBM non subsidi itu layaknya bisa dijadikan momentum untuk Indonesia meningkatkan penggunaan energi listrik.
Pengguna LPG bisa beralih ke kompor listrik dan pengguna kendaraan bermotor yang masih menggunakan pertamax series, yang harganya saat ini terus mengalami kenaikan bisa memakai motor listrik.
"Harga LPG naik dan mulai menggunakan kompor listrik dan dapat subsidi dari masyarakat dan harga BBM akan naik terus di tanah air yang perta series. Ini kesempatan bagi masyarakat dari yang biasanya motor BBM pindah ke motor listrik," ungkap Djoko kepada CNBC Indonesia, Senin (7/3/2022).
"Karena 60% di Jawa BBM banyak dikonsumsi sepeda motor. Jadi ini momentum untuk beralih kendaraan listrik dan mobil listrik, juga kompor listrik, coba beralih yang bersih dan murah untuk merubah pola hidup kita," ungkap Djoko.
Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto meminta kepada pemerintah untuk mengembangkan berbagai opsi kebijakan yang inovatif, yang tidak memicu inflasi dan membebani masyarakat di saat pandemi Covid-19 yang belum usai ini.
"Misalnya dalam jangka pendek, substitui LPG dapat dilakukan dengan kompor listrik atau gas alam, apalagi kalau gas alam ini dijual dalam bentuk tabung. Juga peningkatan eksplorasi dan produksi migas di lapangan eksisting, karena dengan harga yang tinggi investasi migas menjadi semakin kondusif. Termasuk juga gerakan penghematan penggunaan LPG," ungkap Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto kepada CNBC Indonesia, Senin (7/3/2022).
Mulyanto mengatakan, dengan naiknya harga LPG non-subsidi berturut-turut dalam tiga bulan terakhir, November 2021, Desember 2021, dan Februari 2022, dikhawatirkan akan mengakibatkan kelangkaan gas melon 3 kg.
Alasannya, pelanggan yang tadinya menggunakan LPG non subsidi diperkirakan beralih membeli LPG gas melon tiga kg bersubsidi. Dan kalau ini terjadi maka gas melon 3 kg dapat mengalami kelangkaan yang mengakibatkan harga di tingkat pelanggan melebihi HET (harga eceran tertinggi).
"Hal tersebut sangat mungkin terjadi. Sekarang ini saja sekitar 12 juta pelanggan gas melon 3 kg adalah mereka yang tidak berhak," tambah Mulyanto.
Peralihan pelanggan LPG non-subsidi ke LPG 3 kg dimungkinkan karena distribusi gas melon 3 kg masih bersifat terbuka. Dijual bebas dengan pengawasan Pemerintah yang sangat minim.
"Semua orang dapat membeli secara mudah LPG bersubsidi di agen, pangkalan atau warung-warung. Tidak ada pembatasan khusus. Karenanya LPG bersubsidi ini terbuka untuk dibeli oleh pelanggan yang selama ini menggunakan LPG non-subsidi," ungkap dia.
Seperti yang diketahui, harga LPG non subsidi dibanderol dengan harga Rp 11.500 per kg, kemudian naik pada Desember 2021 menjadi Rp 13.500 per kg, dan pada Minggu 27 Februari 2022 kembali naik menjadi Rp 15.500 per kg.
PT PLN (Persero) menargetkan penggunaan kompor induksi atau kompor listrik sampai pada tahun 2024 mencapai 8,5 juta pengguna. Penggunaan kompor listrik diyakini bisa menekan impor LPG yang saat ini tercatat pasokan impornya mencapai 80% atau menembus sekitar 6-7 juta ton per tahun.
Dirut PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan kalau saat ini pemerintah terus menggodok dan melakukan assessment untuk menghitung perubahan dari penggunaan LPG ke kompor listrik. Apalagi menurut Darmawan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga secara spesifik meminta untuk menghitung betul mengenai hal ini.
"Sedang dilakukan perhitungan dan assessment secara menyeluruh, termasuk realokasi LPG untuk percepatan ke listrik. Tidak main-main hal ini dipimpin langsung oleh Menteri ESDM dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu)," ungkap Darmawan kepada CNBC Indonesia, Senin (14/2/2022).
Darmawan menyebutkan, PLN menargetkan ada 8,5 juta pengguna kompor listrik pada 2024. Oleh karena itu, PLN terus mengakselerasi secepat mungkin termasuk melakukan relokasi anggaran, namun tetap holistik dan memastikan tanpa disrupsi.
Adapun tantangan, selain anggaran adalah sosialisasi karena masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan kompor listrik. Menurutnya banyak romantisme dalam memasak di Indonesia yang cukup panjang. Meski begitu bukan berarti tidak bisa berubah gaya hidupnya kalau pemerintah bisa membantu menyelesaikan.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Menteri ESDM Tiba-Tiba Rilis Aturan Penyediaan Rice Cooker
