
Lagi, Bank Dunia Wanti-wanti Soal Krisis Utang! Ngeri Nih...

Pembatasan sosial atau social distancing ini bertujuan mulia, menghindarkan masyarakat dari risiko tertular virus mematikan. Namun harga yang harus dibayar luar biasa mahal.
Mobilitas yang terbatas membuat permintaan turun drastis, terutama di sektor-sektor usaha yang padat kontak seperti pariwisata, hotel, restoran, dan sebagainya. Akibatnya, dunia usaha terpaksa melakukan efisiensi dengan pengurangan karyawan. Dunia usaha dan rumah tangga sama-sama mengalami masa prhatin.
Tidak hanya permintaan, mobilitas yang dibatasi juga membuat produksi terhambat. Jadi pandemi memukul ekonomi dari dua sisi, permintaan dan penawaran. Komplit...
Hasilnya, ekonomi dunia mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) pada 2020. Ini menjadi kontraksi pertama sejak Krisis Keuangan Dunia.
Dalam situasi dunia usaha dan rumah tangga terpuruk berbarengan, ekonomi mengandalkan satu aktor utama. Negara.
Otoritas fiskal dan moneter jor-joran memberi 'rangsangan' untuk membuat ekonomi bergairah lagi. Penurunan suku bunga, insentif pajak, bantuan langsung tunai, dan sebagainya diberikan agar dunia usaha dan rumah tangga bisa bertahan hidup di tengah terpaan pandemi.
![]() |
Berbagai stimulus ini diberikan saat penerimaan pajak seret. Penerimaan pajak datang dari aktivitas ekonomi, apakah itu penambahan kekayaan (Pajak Penghasilan/PPh) atau transaksi (Pajak Pertambahan Nilai/PPN). Dua itu absen saat ekonomi 'mati suti'
So, duit untuk membiayai stimulus terpaksa datang dari utang. Jadilah pandemi virus corona membuat utang membengkak.
Halaman Selanjutnya --> Bahaya, Krisis Utang Dunia di Depan Mata
(aji/aji)