Waduh, Keuangan RI Rentan Imbas Perang & Naiknya Harga Minyak
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia yang terus meroket yang sudah, sampai pada haru Jumat (25/2/2022) harga minyak mentah dunia menyentuh level US$ 100 per barel lebih. Naik tingginya harga minyak mentah duinia itu dinilai akan memicu melonjaknya beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha menjelaskan, kenaikan harga minyak dunia tentu akan memukul keuangan negara. Mengingat Indonesia saat ini masih mengalami kekurangan atau defisit dalam memproduksi minyak dan gas bumi.
"Karena kita defisit untuk produksi migas, maka kenaikan harga ini akan memukul keuangan negara. Pemerintah saat ini lagi memacu investasi di sektor migas di saat harga tinggi," jelas Satya kepada CNBC Indonesia, Jumat (25/2/2022).
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, defisitnya produksi minyak di dalam negeri membuat pemerintah harus mengimpor hingga 500.000 barel.
Berdasarkan data yang dihimpun SKK Migas, saat ini produksi minyak mentah di Indonesia hanya mampu mencapai 700.000 barel per hari (bph). Sementara konsumsinya mencapai 1,4 juta bph hingga 1,5 juta bph.
Pemerintah memiliki target produksi minyak sebesar 1 juta bph dan gas 12 miliar kaki kubik per hari (BCFD) pada 2030.
Pun, menurut SKK Migas, jika target tersebut dapat tercapai ditambah adanya transisi energi, Indonesia masih mengalami defisit minyak 500.000 barel yang harus diimpor.
"Katakanlah nanti 2030 dapat mencapai produksi 1 juta bph dengan asumsi adanya transisi energi, ini konsumsi minyak growth tidak ada, kita masih ada defisit di atas 500.000 barel yang mau gak mau harus kita impor," jelas Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara dalam Energy Outlook 2022 yang diselenggarakan CNBC Indonesia, Kamis (25/2/2022).
Sebagai gambaran, realisasi subsidi energi pada Januari 2022 sebesar Rp 10,2 triliun atau naik 347,2% secara tahunan (year on year/yoy) dari realisasi subsidi pada Januari 2021 yang sebesar Rp 2,3 triliun.
Lonjakan subsidi tersebut, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani tak lepas dari kenaikan harga energi yang signifikan pada periode tersebut dan sebagai bentuk upaya pemerintah dalam melindungi masyarakat.
"Subsidi energi terutama ke BBM dan LPG 3 kg yang kita bayarkan ke unit usaha Rp 10,2 triliun lebih besar dibandingkan 2021 yang hanya Rp 2,3 triliun. Jadi, dalam hal ini APBN jadi garda atau sarana melindungi masyarakat," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (22/2/2022).
Sri Mulyani mengaku, kenaikan harga energi ini menjadi tambahan beban tersendiri bagi APBN.
Kendati demikian, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu mengklaim, peningkatan harga minyak dunia terhadap APBN masih terukur.
"Kami akan memantau terus dampak harga minyak dunia ke pemberian subsidi tetapi sejauh ini dampaknya ke APBN masih bisa diatasi dan kami kelola APBN dengan prudent," jelas Febrio.
Febrio juga menekankan, terpenting saat ini, fokus pemerintah adalah menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat.
(pgr/pgr)