Inovasi Jadi Kunci, Strategi PLN Tekan Listrik EBT Jadi Murah
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengungkapkan harga energi baru terbarukan (EBT) akan lebih murah. Secara rinci, Darmawan menyebutkan hal ini karena manusia bertumbuh dan berinovasi.
"Di masa lalu, pada 2015 lelang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) itu harganya US$ 25 sen, namun pada 2019 sudah menjadi US$ 10 sen, dan saat ini US$ 3,3 sen. Kebudayaan manusia berinovasi EBT bisa semakin murah," ungkap Darmawan dalam Energy Outlook 2022 yang ditayangkan CNBC Indonesia, Kamis (24/2/2022).
Darmawan mengatakan, saat ini, energi terbarukan makin murah. Dia menyebut misalnya, misalnya penggunaan baterai listrik saat ini yang mencapai US$ 12 sen, dibandingkan 2015 turun 80%, pada 2026 Darmawan memprediksi harganya bisa mencapai US$ 4- US$ 5 sen.
Menurut Darmawan, hal tersebut bukan hal yang tidak mungkin, apalagi pemerintah mendorong PLN dan bersama-sama untuk membuat inovasi agar energi yang kotor tidak berarti murah, dan energi yang bersih berarti mahal.
"Dahulu dipikirkan EBT bisa tapi nanti akan membebani APBN dengan cukup berat, padahal banyak porsi lain, jadi harus berinovasi, sehingga lelang dari diesel dan impor, menjadi EBT dan baterai," ungkapnya.
Darmawan mengharapkan Indonesia bisa membuka kekuatan EBT dan berinovasi sehingga harganya semakin turun. Dia menyebutkan RUPTL yang telah disusun pun menjadi yang paling hijau dengan 50,16 berbasis EBT di tahun ini, yang didukung perjanjian internasional dan regulasi.
Ke depan, Darmawan juga menyebutkan energi baru terbarukan akan menjadi superior di masa mendatang dengan adanya inovasi teknologi yang membuatnya lebih murah. Untuk mencapai energi murah dan bersih pada 2060, jika ingin mempercepat pada 2050 menurutnya dibutuhkan banyak dukungan dan akan ada masa transisi.
"Banyak pembangkit yang kontrak dengan swasta akan selesai 2056, sudah dibahas juga fokus pada PLTU 2030-2035 membuka opsi-opsi PLTU yg pensiun di 2056 bisa ke 2050. Ini masih jadi bahan diskusi," kata Darmawan.
Dia mengatakan pertumbuhan pasar kelistrikan per tahunnya mencapai 4,6%, dan pada 2060 diperkirakan kebutuhan listrik bisa mencapai 1.080 tera watt hours, sementara penambahan kapasitas 230-250 Giga Watt.
"Kalau dihitung capex-nya tinggi untuk EBT daripada PLTU, tapi bahan bakar 0 dan operasi kecil. Dibutuhkan investasi Rp 7.000-8.000 triliun dan sudah didiskusikan dengan ESDM. Saat ini biaya mahal dengan kondisi saat ini, tapi dengan inovasi teknologi bisa lebih murah," ujarnya.
Pemerintah mendorong agar PLN bersama-sama bisa menjadi bagian kekuatan inovasi, sehingga tidak ada lagi anggapan bahwa energi kotor itu yang murah dan energi bersih mahal.
"Jadi dilema, EBT bisa tapi nanti akan membebani APBN dengan cukup berat, padahal banyak porsi lain, jadi harus berinovasi. Jadi lelang dari diesel dan impor jadi EBT dengan baterai, unlock kekuatan inovasi, harga semakin turun," kata Darmawan.
(pgr/pgr)