
Mengenal Boris Johnson, PM Inggris Cabut Aturan Isoman Covid

Jakarta, CNBC Indonesia - Inggris kini menghapus semua aturan hukum pembatasan virus corona (Covid-19). Bermula dari masker awal Januari lalu, kini kerajaan itu tak lagi mewajibkan seseorang yang terinfeksi corona melakukan isolasi mandiri (isoman) bahkan menghapus pengujian corona gratis.
Hal itu dikatakan langsung Perdana Menteri Boris Johnson, Senin (21/2/2022) waktu setempat. Kewajiban untuk isolasi mandiri dicabut mulai Kamis nanti sementara tes pengujian Covid-19 gratis tak akan lagi disediakan pemerintah mulai 1 April.
"Hari ini bukanlah hari di mana kita bisa mendeklarasikan kemenangan atas Covid, karena virus ini tidak kunjung hilang," katanya melalui Twitter @BorisJohnson, Selasa (22/2/2022).
"Tetapi ini adalah hari ketika semua upaya dalam dua tahun terakhir akhirnya memungkinkan kami untuk melindungi diri kami sendiri sambil memulihkan kebebasan kami sepenuhnya."
Siapa Johnson sebenarnya?
Johnson sendiri memiliki nama asli Alexander Boris de Pfeffel Johnson. Pria kelahiran 19 Juni 1964 itu adalah politisi Partai Konsevatif di kerajaan Ratu Elizabeth itu.
Ia menjabat sebagai PM sejak 24 Juli 2019. Mantan wartawan itu menggantikan Theresa May yang mengundurkan diri karena merasa bertanggung jawab atas kegagalannya membawa Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit).
Awalnya ia adalah menteri luar negeri. Ia sendiri berasal dari Partai Konservatif, dan sebagai Tory (anggota konservatif), ia dikenal sangat liberal.
Beberapa kontroversi pernah menghampiri dirinya. Mengutip CNBC International, ia dipecat dari posisi jurnalis di The Times, tahun 2002 karena menggunakan istilah rasis ketika menulis artikel tentang perjalanan perdana menteri Inggris kala itu ke Republik Demokratik Kongo.
Ia memang meminta maaf atas hal itu. Namun selama beberapa tahun, kata-kata rasis memang tak asing dipakai Johnson, sehingga ia dicap sebagai pribadi yang eksentrik, tidak sopan, serta 'berantakan', layaknya penampilan rambutnya.
Ia juga banyak dikritik karena bersikap Islamofobia, setelah menyebut wanita Muslim yang mengenakan cadar terlihat seperti kotak surat. Dia juga pernah mengatakan Hillary Clinton tampak seperti "perawat sadis di rumah sakit jiwa".
Dalam tulisannya, Washington Post sempat menyebutnya sebagai sosok yang mirip Donald Trump, mantan Presiden AS, sebelum Joe Biden. Di Juli 2019, sebulan setelah ia menjabat Trump sendiri bahkan mengakui itu.
"Mereka menyebutnya Trump dari Britaria," kata Trump dikutip BBC International.
Halaman 2>>
