
Jreng! Ukraina Batal Masuk NATO, Putin Menang?

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Ukraina Volodymyr Zalansky mengatakan proses negara itu masuk ke NATO telah terhenti. Ini ia katakan dalam sebuah wawancara dengan media Jerman, Bild, sebagaimana dimuat AFP.
Ia berujar Kyiv hanya memiliki sedikit ambisi untuk melakukannya kini. Banyak penyebab dan tak hanya tentangan dari Rusia.
"Kami sebagai sebuah negara ingin bergabung dengan NATO dan telah menjangkau mereka selama bertahun-tahun," katanya dikutip Jumat (18/2/2022).
"Tetapi prosesnya terhenti. Ada penyebab dan alasan untuk itu. Tidak hanya Rusia yang menentang bergabungnya Ukraina."
Ia malah menuturkan bahwa beberapa anggota NATO justru mendukung kemauan Moskow. Ini, tegasnya, adalah "rahasia umum".
Ia menolak menyebut negara mana. Tapi ia berharap negara-negara itu berubah pikiran.
"Kami tidak mudah dengan negara-negara ini dan tidak ingin ada risiko atau konflik diplomatik," katanya.
Ia juga menyinggung situasi dalam negeri. Di mana rakyat Ukraina harus memutuskan sendiri apakah mau bergabung dengan NATO meski referendum sepertinya bukan pilihan.
"Jalan menuju NATO dan UE sangat panjang. Ukraina membutuhkan jaminan keamanan di sepanjang jalan," katanya lagi meminta dukungan.
"NATO adalah jaminan keamanan, itulah yang ingin kita capai. Jaminan ini berarti bagi kita tidak akan kehilangan kemerdekaan kita."
Sebelumnya keinginan Ukraina masuk NATO ditolak mentah-mentah Rusia. Moskow khawatir dengan invasi NATO di Eropa Timur termasuk kemungkinan berdirinya pangkalan militer aliansi itu di sana.
Ini pun memicu klaim Barat akan ada serangan militer Rusia ke Ukraina. Intelijen AS menyebut Rusia suda menyiagakan 100.000 lebih pasukannya di perbatasan Ukraina dan siap menggempur negara itu kapan saja, meski dibantah Kremlin.
Rabu, dalam laporan terbaru Estonia, salah satu negara NATO di Eropa Timur, badan Intelijen luar negerinya menyebut Rusia kemungkinan akan melancarkan serangan militer terbatas. Serangan itu akan mencakup pemboman senjata rudal dan pendudukan "medan utama" di Ukraina.
"Saat ini, penilaian kami adalah bahwa mereka akan menghindari kota-kota dengan populasi besar, karena dibutuhkan banyak pasukan untuk mengendalikan daerah-daerah itu," kata Direktur Jenderal Badan Intelijen Luar Negeri Estonia, Mikk Marran.
"Tetapi tidak ada pemahaman yang jelas tentang jalan apa yang mungkin dieksploitasi oleh pasukan Rusia."
Ukraina sendiri dan Rusia bersitegang soal Krimea. Wilayah itu dicaplok Rusia sejak 2014.
Rusia juga mendukung kelompok pemberontak di Ukraina Timur melawan pemerintah. Kamis dini hari dilaporkan baku tembak pecah antara pasukan pemerintah dan milisi pro Rusia.
Menurut Estonia, Rusia akan mengintensifkan pertempuran di wilayah yang hendak memisahkan diri dari Ukraina dan didukung Moskow. Ini dikaitkan dengan dukungan milisi anti pemerintah di Ukraina Timur.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Panas! Biden Panggil NATO Eropa Timur, Perang Lawan Putin?