
Apa Itu Luka Dalam Imbas Pandemi Covid? Siapa yang Menderita?

Jakarta, CNBC Indonesia - Luka dalam dari pandemi covid-19 atau sering disebut sebagai scarring effect menjadi pembahasan penting dalam pertemuan G20 di Indonesia. Apa itu sebenarnya?
Pandemi covid-19 adalah situasi yang berbeda dibandingkan dengan berbagai krisis yang dihadapi sebelumnya. Pandemi membuat seluruh aktivitas perekonomian nyaris berhenti agar penularan bisa diredam.
Berjalan dua tahun, covid-19 mulai bisa dikendalikan. Beberapa sektor ekonomi yang tadinya terhantam berat sudah perlahan pulih. Tapi sayangnya tidak semua sehingga disebut sebagai luka dalam yang belum sembuh.
"Study kami di BI menunjukan domestic oriented sector, yaitu akomodasi transportasi dan properti adalah sektor yang memang alami tekanan cukup dalam," ungkap Deputi Gubernur Juda Agung dalam Seminar on Strategic Issues in G20: Exit Strategy & Scarring Effect yang merupakan rangkaian acara pertemuan G20, Kamis (17/2/2022)
Tentu berbeda dengan sektor ekonomi yang berorientasi ekspor mampu pulih lebih cepat. Juda menyebutkan faktor pendorongnya adalah tingginya permintaan negara lain yang sudah pulih dan lonjakan harga komoditas internasional.
Luka yang dalam juga diderita oleh UMKM serta rumah tangga dari masyarakat golongan bawah. Dapat dilihat dari indikator tabungan, deposito, pengangguran dan perpindahan orang dari kota ke desa.
"Kita sudah identifikasi sejumlah sektor yang didorong pemulihannya dan dicegah lukanya terlalu dalam," imbuhnya.
Secara makro, kondisi tersebut akan membuat perekonomian sulit pulih seutuhnya, apalagi bila ingin mengejar ketertinggalan momentum perekonomian. "Kalau luka dalam sulit lari cepat," ujar Juda.
Respons Kebijakan
Langkah utama yang perlu dilakukan adalah menahan laju penyebaran covid-19 di seluruh negara.
"Hal yang paling penting bagi negara G20, adalah ya tidak lain mengatasi masalah covid ini sesegera mungkin karena semakin lama covid berada di sekeliling kita, maka semakin dalam dan lama luka untuk ekonomi dan semakin sulit untuk disembuhkan," jelasnya
"Jadi menjadikan penyelesaian covid sebagai top priority baik untuk shortterm dan maupun akselerasi ekonomi dalam jangka menengah panjang," tegas Juda.
Pemerintah telah memberikan sederet insentif dalam dua tahun terakhir kepada sektor usaha yang mengalami tekanan. Baik dari sisi perpajakan, keringanan untuk pembayaran bunga cicilan serta bantuan langsung kepada usaha kecil.
Hal ini juga dilanjutkan pada 2022 karena ada beberapa sektor yang belum pulih, Antara lain otomotif, perumahan serta subsidi bunga untuk UMKM atau dikenal dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Walaupun Indonesia bisa menjaga scarring effect tidak terlalu besar tapi tetap ada dan di banyak negara scarring effect itu lebih parah," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu dalam kesempatan yang sama.
Jangan Lupakan Manusia
Iwan Jaya Azis, Professor, Cornell University AS menyoroti persoalan manusia sebagai pihak yang terdampak paling berat saat pandemi covid-19. Seharusnya tak luput dari perhatian pemerintah.
"Kita bisa berbicara mengenai sektor rill, apakah ekspor, manufaktur pertanian, sektor keuangan perbankan dan pasar modal. Yang sering kita lupa adalah yang di belakangnya yaitu manusia. Kalau perbankan, di belakang ada bankers, ekspor ada pedagang," jelasnya pada kesempatan yang sama.
![]() equilibrium |
Iwan menyampaikan, saat ini manusia di dunia mengalami kekhawatiran secara kolektif, baik mengenai risiko kesehatan, pekerjaan, pendapatan hingga ketidakmampuan untuk menyekolahkan anak.
"Dan sebagian masyarakat percaya pandemi mungkin berakhir tapi akan ada pandemi lagi dan lagi. Jadi akan mengubah perilakunya," papar Iwan.
Iwan menyadari, kini pemerintah berupaya mendorong perekonomian. Salah satunya lewat industrialisasi. Hanya saja patut dipahami, hal tersebut bisa menimbulkan kerugian tenaga kerja.
"Semua proses industrialisasi di semua negara itu membuat penurunan jumlah labour yang tidak memiliki skill," terangnya.
Bila pemerintah tidak menyiapkan antisipasi, maka sekalipun manufaktur berhasil tumbuh tinggi namun pengangguran akan menjamur.
"Industri manufaktur naik tapi akan banyak sekali pengangguran yang tidak bisa menikmati industrialisasi. Alternatifnya, kita perlu mendorong sektor manufaktur untuk meningkatkan produktivitas tapi bukan di tingkat yang sudah tinggi, karena unfortunately, mengarahkan ke sektor yang relatif produktivitasnya sudah tinggi," tutupnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hampir 100% Penduduk RI Sudah Kebal Covid, Pandemi End?