
Inflasi Banyak Negara Meroket, Sri Mulyani Beberkan Bahayanya

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajak para delegasi Presidensi G20 Indonesia 2022 untuk sama-sama menaruh perhatian terhadap lonjakan inflasi di berbagai negara yang saat ini terjadi.
Sri Mulyani menjelaskan, pemulihan ekonomi menimbulkan risiko jangka pendek, salah satunya adalah inflasi yang melonja di sejumlah negara.
Inflasi yang melonjak di berbagai negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris telah mengganggu rantai pasok global, ketidaksesuaian pasar tenaga kerja, serta ketidakstabilan harga.
Oleh karena itu, kata Sri Mulyani, langkah-langkah dalam memitigasi ini harus lebih gigih dilakukan, karena ini jauh dari perkiraan sebelumnya.
"Perkiraan ini lebih presisten dari perkiraan sebelumnya. Bahkan akan menambah beban dari pemulihan ekonomi," jelas Sri mulyani dalam Pertemuan Pertama Tingkat Menteri dan Gubernur Bank Sentral Presidensi G20 di Jakarta, Kamis (17/2/2022).
"Jika tidak ditangani dengan benar, dapat meningkatkan risiko inflasi dan menghambat pemulihan," kata Sri Mulyani melanjutkan.
Selain itu, terdapat risiko bahwa kebijakan makro ekonomi dan fiskal dalam perekonomian, tidak cukup menyeimbangkan dukungan kebijakan yang berkelanjutan di tengah ruang fiskal yang lebih terbatas.
Terlebih, kebijakan makro ekonomi domestik suatu negara juga dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi perekonomian negara lainnya.
"Pemulihan ekonomi yang berbeda mungkin memiliki implikasi yang signifikan, karena dapat menyebabkan kecepatan normalisasi kebijakan yang berbeda dan berpotensi menciptakan kondisi keuangan global yang lebih ketat," ujarnya.
Dalam hal tersebut, koordinasi global, termasuk pembahasan exit strategy akan menjadi penting, untuk mencapai pemulihan yang lancar dan mencapai pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkapkan pandemi Covid-19 telah menyebabkan gangguan ekonomi global yang mendalam, baik di sisi penawaran maupun permintaan.
"Seperti sejarah menunjukkan, gangguan tersebut, termasuk pengangguran yang tinggi, investasi yang lemah, dan produktivitas yang rendah," jelasnya.
"Jika tidak ditangani dengan baik dan cepat, pasti akan meninggalkan bekas luka yang tahan lama. Bekas luka ini dapat menghambat pemulihan sektor swasta serta menyembah kepada keuangan publik," kata Sri Mulyani melanjutkan.
(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Sambut Delegasi G20: Anda Kini di The Land of God