
Kronologi Konflik Rusia-Ukraina hingga Ancaman Perang Dunia 3

Hubungan Rusia tengan Ukraina memanas sejak 2014. Kala itu muncul revolusi menentang supremasi Rusia.
Massa antipemerintah berhasil melengserkan mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Kerusuhan bahkan sempat terjadi sebelum berdamai di 2015 dengan kesepakatan Minsk.
Revolusi juga membuka keinginan Ukraina bergabung dengan Uni Eropa (UE) dan NATO. Ini, mengutip Al-Jazeera, membuat Putin marah karena prospek berdirinya pangkalan NATO di sebelah perbatasannya.
Hal ini juga didukung makin eratnya sejumlah negara Eropa Timur sengan NATO, sebut saya Polandia dan negara-negara Balkan. Saat Yanukovych jatuh, Rusia menggunakan kekosongan kekuasaan untuk mencaplok Krimea dan mendukung separatis di provinsi tenggara Donetsk dan Luhansk untuk menentang pemerintah Ukraina.
Bagaimana isu perang dimulai?
Isu serangan bergulir sejak November 2021. Sebuah citra satelit menunjukkan penumpukan baru pasukan Rusia di perbatasan dengan Ukraina.
Kyiv juga mengatakan Moskow telah memobilisasi 100.000 tentara bersama dengan tank dan perangkat keras militer lainnya. Ini kemudian berlanjut di Desember 2021, di mana Presiden AS Joe Biden memperingatkan Rusia tentang sanksi ekonomi Barat jika menyerang Ukraina.
Beberapa hari kemudian, tepatnya 17 Desember, Rusia mengajukan tuntutan keamanan yang terperinci kepada Barat, termasuk meminta NATO menghentikan semua aktivitas militer di Eropa Timur dan Ukraina. Rusia meminta aliansi tersebut untuk tidak pernah menerima Ukraina atau negara-negara bekas Soviet lainnya sebagai anggota.
Namun hal ini tak digubris NATO. Di Januari 2022, Biden meyakinkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bahwa AS akan "menanggapi dengan tegas" jika Rusia menginvasi Ukraina.
Kedua pria itu berbicara di telepon untuk membahas persiapan serangkaian pertemuan diplomatik yang akan datang guna mengatasi krisis tersebut.
Pada 10 Januari, pejabat AS dan Rusia bertemu di Jenewa untuk pembicaraan diplomatik meski tak terselesaikan karena Moskow mengulangi tuntutan keamanan yang menurut Washington tidak dapat diterima.
Pada 24 Januari, NATO menempatkan pasukan dalam keadaan siaga dan memperkuat kehadiran militernya di Eropa Timur dengan menghadirkan lebih banyak kapal dan jet tempur. Beberapa negara Barat mulai mengevakuasi staf kedutaan yang tidak penting dari Kyiv dan AS menempatkan 8.500 tentara dalam siaga.
Lusanya, 26 Januari, Washington menyajikan tanggapan tertulis terhadap tuntutan keamanan Rusia. Mereka mengulangi komitmen terhadap kebijakan "pintu terbuka" NATO sambil menawarkan "evaluasi yang berprinsip dan pragmatis" atas keprihatinan Moskow.
Pada 27 Januari, Biden memperingatkan kemungkinan invasi Rusia pada Februari. AS dan Rusia berdebat tentang krisis Ukraina pada sesi tertutup khusus Dewan Keamanan PBB pada 31 Januari.
Halaman 3>>>
(sef/sef)