Impor Ditata, Utilisasi Industri Tekstil Naik 20%
Jakarta, CNBC Indonesia - Utilisasi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional dilaporkan naik 20%. Tahun ini, sektor TPT diprediksi bisa tumbuh 5% secara total nasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, industri TPT tumbuh 5,94% secara tahunan di kuartal-IV tahun 2021. Melonjak signifikan dibandingkan kuartal-III yang justru terkontraksi 3,34%.
Pasca-pelonggaran PPKM di tahun 2021, dan kebijakan bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS), jadi awal kebangkitan industri TPT nasional. Apalagi, pemerintah sudah mencanangkan industri TPT adalah sunrise industry.
"Kebijakan pemerintah saat ini memberikan kepercayaan bagi pengusaha. Fokus pada investasi dan pro-industri, substitusi impor dan Menteri Perindustrian pun sudah mencanangkan sektor ini sunrise industry," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa kepada CNBC Indonesia, Jumat (11/2/2022).
Kebijakan pro industri, ujarnya, harus dimulai dari sikap pemerintah saat mengikuti suatu free trade agreement (FTA). Harus mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan industri dalam negeri, sehingga masuk di area persaingan yang sama.
"Contohnya, Bangladesh. Saat ini dia jadi penjahit dunia dan eksportir garmen terbesar kedua setelah China. Secara geografis, dia satu hamparan daratan dengan China, sehingga mendukung kebutuhan bahan baku. Daya saingnya lebih kuat," kata Jemmy.
Karena itu, dia berharap, perlindungan dan penataan impor, terutama pengawasan di pintu-pintu masuk tetap jadi konsentrasi utama pemerintah.
"Banyak orang berpikir industri TPT itu skala besar, padahal IKM (industri kecil menengah). Karena itu, fokus kami saat ini adalah memperkuat posisi di pasar domestik. Pemerintah pun sudah mulai menertibkan praktik-praktik tidak fair. Seperti, produk-produk hijab uang dijual secara online, banyak diproduksi oleh IKM di dalam negeri," kata Jemmy.
Saat ini, ujarnya, IKM TPT nasional baru menguasai sekitar 50% pasar domestik. Dengan penguatan posisi di dalam negeri, saat ini mulai bermunculan IKM TPT baru.
"Ada yang tadinya sesama korban PHK, berkumpul, lalu buat perusahaan garmen. Karena itu, perlindungan di pintu masuk sangat penting. Supaya pasarnya mereka terjaga, lalu IKM bisa berkemban," lanjut dia.
Animo pengusaha TPT yang positif, kata dia, terlihat dari maraknya ekspansi dan investasi.
Mengutip Kementerian Perindustrian (Kemenperin), ekspor TPT pada periode Januari-Oktober 2021 meningkat 19% menjadi US$10,52 miliar. Dan, nilai investasi melonjak 12% menjadi Rp5,06 triliun.
Sementara itu, masih mengutip Kemenperin, ada sembilan industri TPT yang melakukan ekspansi, dengan total nilai investasi sebesar Rp2 triliun di pulau Jawa dan Rp 8,5 triliun di provinsi Riau.
"Perluasan usaha ini menandai optimisme para investor industri TPT dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai basis produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik hingga ekspor," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dikutip dari situs resmi Kemenperin, Minggu (13/2/2022).
Sementara itu, Jemmy menambahkan, banyak industri TPT nasional melakukan restrukturisasi permesinan.
"Dengan ganti mesin, otomatis produktivitas naik, outputnya naik. Utilisasi di tahun 2021 itu sudah naik 20%, bahkan ada yang 50%. Rata-rata utilisasi sekarang di atas 70%, dari sebelumnya di bawah 50%. Itu dari hulu ke hilir," kata Jemmy.
Menurut dia, restrukturisasi permesinan akan berlanjut tahun ini. Apalagi, pemerintah mengalokasikan dana Rp5-8 miliar untuk penyempurnaan mesin TPT tahun 2022.
"Terutama untuk subsektor pencelupan dan printing, mata pintal nggak termasuk. Memang budgetnya kali ini kecil, tapi APBN kita juga kan lagi terbatas saat ini akibat pandemi. Paling itu nanti bisa menjangkau 30 perusahaan," kata Jemmy.
(dce/dce)