Harga Sembako Naik, yang Untung Pedagang! Petani Tetap Merana

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 February 2022 09:35
Petani Tangerang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Petani Tangerang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Di satu sisi, konsumen menanggung beban karena harus membayar harga yang lebih mahal demi mendapatkan sembako. Namun ingat, selalu ada dua sisi dari satu cerita.

Saat pademi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) menghantam perekonomian Indonesia pada 2020, daya beli rakyat anjlok. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjamur karena 'roda' ekonomi tidak berputar akibat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kehancuran daya beli tercermin dari deflasi yang beberapa kali terjadi.

Deflasi menandakan harga barang dan jasa turun. Artinya dunia usaha harus menjual rugi atau setidaknya mengurangi margin supaya produknya bisa terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya sedang ambruk.

Ini juga berlaku buat petani. Secara umum, Nilai Tukar Petani (NTP) memang terus membaik. Pada 2021, rata-rata NTP ada di 104,63. Naik dibandingkan rerata 2020 yang 101,65 dan 2019 yang 100,89.

NTP mencerminkan kemampuan atau daya beli petani. NTP di atas 100 menggambarkan petani untung karena yang didapat lebih banyak dari yang dikeluarkan.

Meski NTP naik, tetapi dampak pandemi Covid-19 pada 2020 kepada petani tetap terasa. Pada 2020, rata-rata NTP tahunan tumbuh 0,75%, melambat dibandingkan pertumbuhan 2019 yang 0,88%.

Dampak yang lebih signifikan terasa di petani tanaman pangan. Rata-rata NTP Tanaman Pangan sepanjang 2021 adalah 98,21. Turun dibandingkan rerata 2020 yang 101,17. Artinya petani tanaman pangan boleh dikatakan merugi tahun lalu, hasil yang didapat tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

Kalau petani merugi, sementara konsumen juga membayar mahal, lantas siapa yang untung? Siapa yang menikmati kenaikan harga sembako?

Untuk beras, adalah pada pedagang yang 'mandi' keuntungan. BPS mencatat Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) beras pada 2018 adalah 20,83%. Pedagang grosir mengambil margin 7,72% dan pedagang eceran mengutip 12,17%.

berasSumber: BPS

Oleh karena itu, pola distribusi ini yang kudu disehatkan. Sebab, kalau petani dan konsumen sama-sama dirugikan sementara pedagang menikmati untung besar tentu ini tidak adil.

Kalau pola seperti ini diteruskan, maka kenaikan harga sembako tidak akan dinikmati oleh petani, sementara konsumen merasakan bebannya. Pedagang boleh untung, bahkan wajib untung. Namun kalau sebesar itu, hampir 21%, rasanya kok agak kebangetan...

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular