Waspada Harga Minyak, Defisit Anggaran RI Bisa Makin Bengkak

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
31 January 2022 13:05
lapangan migas, doc SKK Migas
Foto: lapangan migas, doc SKK Migas

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia berada dalam tren kenaikan. Hal itu dipredksi terjadi karena ada beberapa penyebab. Diantaranya memanasnya konflik bersenjata antara Ukraina yang melibatkan Rusia, alasan lainnya kareana negara-negara anggota OPEC masih kesulitan untuk menggenjot produksi minyak.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan, jika persoalan itu terus terjadi maka kenaikan harga minyak bakal berdampak pada membengkaknya defisit anggaran. Yang mana saat ini, kata Satya, Indonesia sendiri berada dalam posisi defisit produksi minyak.

"Bukan posisi bisa menikmati kelebihan produksi. Kalau defisit, tentunya faktor lebih banyak. Karena walaupun kita mengekspor, karena jenis growth tertentu, itu masih tidak tertutupi kebutuhan impor kita. Jadi masih negatif," ungkap dia kepada CNBC Indonesia, Senin (31/1/2022).

Ia menegaskan, kenaikan harga minyak dunia cukup menekan Indonesia. Ini berarti, penerimaan negara akan berkurang dengan adanya defisit tersebut. Yang tetunya akan memberikan dampak terhadap fakto belanja negara.

"Sehingga itu mempengaruhi faktor belanja karena perubahan satu asumsi makro itu berubah, misalnya kemarin US$ 63 per barel lantas itu naik misalkan ternyata sampai US$ 80 walaupun sekarang di angka US$ 91 tapi kita tidak tahu averagenya di dalam 2022," jelas Satya.

Jangankan kenaikan yang tinggi, kata Satya, peningkatan harga minyak yang hanya US$ 1 dolar per barel saja dapat menimbulkan defisit triliunan rupiah kepada Indonesia. "Sehingga kalau misalkan melesat sampai US$ 10 dollar itu berdampak pada defisit terhadap anggaran kita cukup besar," lanjut dia.

Maklum, kata Satya, harga minyak dunia terjadi day by day namun tetap harus menjadi perhatian oleh pemerintah. Sehingga, atas terjadinya masalah geopolitik Ukraina dan Rusia sulitnya dunia mencari cadangan migas baru bisa memberikan posisi terhadap Indonesia atas minyak dunia ini.

"Dalam rangka mempertahankan produksi kita, misalkan kita melakukan pemangkasan perizinan, peraturan yang menghambat investasi, itu juga perlu didilakukan supaya investasi di sektor migas ini tetap atraktif. Sehingga bisa memenuhi, atau paling tidak mengurangi daripada impor migas kita," ungkap Satya.

Adapun Satya menyebutkan selama pandemi defisit anggaran telah mencapai 3%. Hal ini menurut dia, situasi yang tidak mudah bagi pemerintah Indonesia. "Yang bisa kita lakukan, kita maksimalkan sambil menunggu kondisi geopolitik dunia," kata Satya.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waspada Perang Dunia Ke-3, Harga Minyak Sudah Melebihi APBN

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular