Internasional

Cerita Ekonomi 'Zombie' Lebanon, Hancur karena Penguasa Rakus

Feri Sandria, CNBC Indonesia
26 January 2022 17:10
Warga Lebanon marah memblokir seluruh jalan dengan membakar ban dan tempat sampah setelah mata uang Lebanon jatuh ke titik terendah baru dalam krisis ekonomi. (AP/Hassan Ammar)
Foto: Warga Lebanon marah memblokir seluruh jalan dengan membakar ban dan tempat sampah setelah mata uang Lebanon jatuh ke titik terendah baru dalam krisis ekonomi. (AP/Hassan Ammar)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia mengecam kelas penguasa Lebanon pada hari Selasa (25/1/2022). Mereka dianggap "menciptakan" salah satu depresi ekonomi nasional terburuk di dunia karena cengkeraman eksploitatif mereka pada sumber daya.

Pemberi pinjaman global tersebut mengatakan elit Lebanon masih menyalahgunakan posisi mereka. Meskipun, negara tersebut mungkin menderita salah satu dari tiga kehancuran keuangan terbesar secara global sejak tahun 1850-an.

"Depresi Lebanon yang disengaja diatur oleh elit negara yang telah lama menguasai negara dan hidup dari rente ekonominya," kata Bank Dunia dalam siaran pers yang terlampir pada laporan ekonomi Lebanon.

"Hal tersebut datang untuk mengancam stabilitas jangka panjang negara dan perdamaian sosial," tambah rilis tersebut, menggemakan sentimen publik yang telah memicu protes marah dalam beberapa tahun terakhir.

Dipicu oleh utang besar-besaran dan cara pendanaannya yang tidak berkelanjutan, krisis ekonomi tersebut telah memangkas produk domestik bruto (PDB) Lebanon sebesar 58,1% sejak 2019. PDB anjlok menjadi sekitar US$ 21,8 miliar pada 2021.

Sebelum krisis, Lebanon sebenarnya sudah merupakan salah satu negara yang paling tidak setara. Krisis akhirnya semakin buruk yang memaksa jutaan warga lainnya didorong ke dalam kemiskinan.

Bank Dunia memperkirakan mereka yang berada di bawah garis kemiskinan akan meningkat sebanyak 28 poin persentase pada akhir tahun 2021. Peningkatan terus terjadi setelah 13 poin persentase pada tahun 2020.

Pendapatan pemerintah turun hampir setengahnya pada tahun 2021 kini hanya mencapai 6,6% dari PDB. Rasio terendah secara global setelah Somalia dan Yaman.

PDB riil diperkirakan telah menurun 10,5% tahun lalu, menurut laporan itu. Sementara utang bruto diperkirakan telah mencapai 183% persen dari PDB, rasio yang hanya dilampaui oleh Jepang, Sudan dan Yunani.

Halaman 2>>

"Penyangkalan yang disengaja selama depresi yang disengaja menciptakan luka jangka panjang pada ekonomi dan masyarakat," kata Direktur Regional Mashreq Bank Dunia, Saroj Kumar Jha.

"Selama dua tahun krisis keuangan, Lebanon belum mengidentifikasi, paling tidak memulai, jalan yang kredibel menuju pemulihan ekonomi dan keuangan."

Meskipun keuangan pemerintah membaik pada tahun 2021, hal ini bukan karena langkah strategis terukur yang diambil pemerintah. Melainkan didorong oleh penurunan pengeluaran yang lebih tajam daripada pendapatan.

Bank Dunia memproyeksikan Lebanon mengalami defisit fiskal sebesar 0,4% dari PDB pada tahun 2021 dari 3,3% dari PDB tahun lalu. Ini dibantu oleh pemulihan di bidang pariwisata.

Kedatangan melonjak 101,2% dalam tujuh bulan pertama tahun lalu, meskipun masih terkena dampak pandemi. Tetapi penghentian aliran modal secara tiba-tiba dan defisit transaksi berjalan yang besar terus mengikis cadangan.

Lebanon memulai pembicaraan dengan IMF pada Senin lalu, Negara ini berharap untuk mengamankan dana talangan, sesuatu yang gagal dicapai Beirut sejak 2020, tanpa ada tanda-tanda reformasi ekonomi yang telah lama tertunda yang dicari oleh para donor.

"Elite ini menguasai sumber daya ekonomi utama, menghasilkan sewa besar dan membagi rampasan negara disfungsional," kata Bank Dunia.

Politisi Lebanon, mantan pemimpin milisi, dan lainnya dari keluarga yang memiliki pengaruh selama beberapa generasi atas komunitas Kristen dan Muslim sering mengakui adanya korupsi. Tetapi mereka umumnya menyangkal tanggung jawab individu dan mengatakan bahwa mereka melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan ekonomi.

Krisis telah menyebabkan kerugian besar dalam sistem keuangan, yang diperkirakan oleh pemerintah pada bulan Desember sebesar US$ 69 miliar.

"Mengkhawatirkan, pemeran utama dari sektor publik dan swasta terus menolak pengakuan atas kerugian ini, melanggengkan keadaan ekonomi seperti zombie," kata Bank Dunia.

Nilai tukar yang menukik - pound Lebanon telah kehilangan lebih dari 90% nilainya sejak 2019 - seharusnya mendorong ekspor. "Ini tidak terjadi," kata Bank Dunia, terhalang oleh fundamental ekonomi sebelum krisis, kondisi global dan lingkungan kelembagaan.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular