
Cerita Negeri Tetangga, Kala Mobil Bekas Jadi 'Emas' Rp 4,4 M

Jakarta, CNBC Indonesia - Sri Lanka kini tengah dihantam krisis. Negara pulau berpenduduk 22 juta orang itu, berada di ambang kebangkrutan.
Inflasi sangat tinggi. Pembelian beras di jatah. Rak supermarket pun kosong. Restoran sulit menyajikan makanan.
Ini terjadi akibat Covid-19. Pandemi membuat pendapatan "mengering", baik dari pariwisata maupun pendapatan asing.
Belum lagi utang ke China. Pemerintah pun telah melarang berbagai impor "tidak penting" untuk menghemat miliaran dolar, guna menahan arus keluar greenback.
Namun ada satu sektor yang menjadi "emas". Bisnis mobil bekas.
Dealer-dealer mobil bekas untung banyak di negara yang jauhnya 1.700 Kilometer (km) dari Sabang, Aceh, RI itu. Kekurangan mobil mendorong harga lebih tinggi bahkan dari harga rumah di daerah elite.
Larangan mobil baru keluar dari pabrik selama dua tahun, memaksa pembeli yang putus asa membayar beberapa pun untuk mobil second. Harga telah di luar jangkauan orang biasa.
"Dia berpikir bahwa harga akan turun," kata seorang warga bernama Anthony Fernando, yang tengah mencari mobil buat anaknya dikutip AFP.
"Tetapi sekarang dia 'membayar untuk menunda-nunda'."
Sebuah Toyota Land Cruiser berusia lima tahun ditawarkan secara online dengan harga US$ 312.500 atau sekitar Rp 4,48 miliar.
Harga naik tiga kali lipat sebelum aturan larangan pemerintah. Harga yang ditawarkan juga cukup membeli rumah di lingkungan kelas menengah Kolombo atau apartemen mewah baru di pusat kota.
Sebuah Fiat berusia satu dekade dengan mesin rusak juga dihargai US$ 8.250 atau sekitar Rp 118 juta. Ini juga naik dua kali lipat dibanding pendapatan tahunan rata-rata orang di Sri Lanka.
"Mobil dan rumah adalah simbol kesuksesan," kata Sarath Yapa Bandara yang menyeringai, pemilik salah satu dealer terbesar di ibu kota.
"Itulah sebabnya kebanyakan orang bersedia membeli bahkan dengan harga tinggi ini."
Kenapa harga mobil menjadi tinggi?
Hal ini terjadi akibat kebutuhan. Tak bisa dipungkiri, jaringan bus dan kereta api Kolombo termasuk bobrok.
Jumlah taksi juga turun tajam akibat banyaknya super memilih menjual mobil untuk mendapatkan dana segar. Kalaupun ada, supir taksi akan mengenakan tarif dua kali lipat dari tarif lama mereka atau lebih dari itu.
"Anda harus punya mobil sendiri," kata Udaya Hegoda Arachchi, pembeli lain yang bersiap siap-siap di sebuah dealer.
"Kami tidak bisa mengharapkan harga turun dalam waktu dekat, mengingat situasi ekonomi di negara ini," katanya.
Harga mobil yang terus naik ini membuat kekhawatiran. Ini akan makin menjerumuskan negara itu ke keruntuhan.
"Ketika kendaraan menjadi tidak terjangkau oleh sekelompok masyarakat, aktivitas mereka akan terbatas. Kemudian kita juga akan melihat hilangnya output ekonomi," kata CEO JB Securities.
"Kami akan runtuh dan tidak banyak orang yang menghargai kedalaman masalah ini."
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article DMO CPO Diterapkan (Lagi), Hingga Sri Lanka Gagal Bayar Utang