
Cerita Ekonomi 'Zombie' Lebanon, Hancur karena Penguasa Rakus

"Penyangkalan yang disengaja selama depresi yang disengaja menciptakan luka jangka panjang pada ekonomi dan masyarakat," kata Direktur Regional Mashreq Bank Dunia, Saroj Kumar Jha.
"Selama dua tahun krisis keuangan, Lebanon belum mengidentifikasi, paling tidak memulai, jalan yang kredibel menuju pemulihan ekonomi dan keuangan."
Meskipun keuangan pemerintah membaik pada tahun 2021, hal ini bukan karena langkah strategis terukur yang diambil pemerintah. Melainkan didorong oleh penurunan pengeluaran yang lebih tajam daripada pendapatan.
Bank Dunia memproyeksikan Lebanon mengalami defisit fiskal sebesar 0,4% dari PDB pada tahun 2021 dari 3,3% dari PDB tahun lalu. Ini dibantu oleh pemulihan di bidang pariwisata.
Kedatangan melonjak 101,2% dalam tujuh bulan pertama tahun lalu, meskipun masih terkena dampak pandemi. Tetapi penghentian aliran modal secara tiba-tiba dan defisit transaksi berjalan yang besar terus mengikis cadangan.
Lebanon memulai pembicaraan dengan IMF pada Senin lalu, Negara ini berharap untuk mengamankan dana talangan, sesuatu yang gagal dicapai Beirut sejak 2020, tanpa ada tanda-tanda reformasi ekonomi yang telah lama tertunda yang dicari oleh para donor.
"Elite ini menguasai sumber daya ekonomi utama, menghasilkan sewa besar dan membagi rampasan negara disfungsional," kata Bank Dunia.
Politisi Lebanon, mantan pemimpin milisi, dan lainnya dari keluarga yang memiliki pengaruh selama beberapa generasi atas komunitas Kristen dan Muslim sering mengakui adanya korupsi. Tetapi mereka umumnya menyangkal tanggung jawab individu dan mengatakan bahwa mereka melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan ekonomi.
Krisis telah menyebabkan kerugian besar dalam sistem keuangan, yang diperkirakan oleh pemerintah pada bulan Desember sebesar US$ 69 miliar.
"Mengkhawatirkan, pemeran utama dari sektor publik dan swasta terus menolak pengakuan atas kerugian ini, melanggengkan keadaan ekonomi seperti zombie," kata Bank Dunia.
Nilai tukar yang menukik - pound Lebanon telah kehilangan lebih dari 90% nilainya sejak 2019 - seharusnya mendorong ekspor. "Ini tidak terjadi," kata Bank Dunia, terhalang oleh fundamental ekonomi sebelum krisis, kondisi global dan lingkungan kelembagaan.
(sef/sef)[Gambas:Video CNBC]