Jakarta, CNBC Indonesia - Kesadaran akan krisis iklim semakin tinggi. Tren ini membuat dunia berlomba untuk membuat dunia lebih baik sehingga bisa diwariskan kepada generasi mendatang.
Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah emisi karbondioksida. Target yang ingin dicapai adalah menurunkan emisi karbon sebanyak 41% pada 2030 dibandingkan level pada 2010. Target selanjutnya adalah mencapai netral karbon pada 2060.
Namun bagaimanapun berbagai negara masih dalam fase membangun. Proses pembangunan itu kadang berdampak kepada lingkungan, salah satunya meninggalkan jejak karbon.
Agar tidak menghambat pembangunan, diperkenalkan sebuah konsep yang disebut perdagangan karbon (carbon trading). Intinya, perdagangan karbon adalah jual-beli kredit yang membuat sebuah entitas diizinkan untuk memproduksi emisi karbon.
Indonesia adalah salah satu negara berstatus paru-paru dunia. Indonesia memiliki luasan hutan hujan (rain forest) terbesar ketiga dunia, hanya kalah dari Brasil dan Republik Demokratik Kongo.
Bekal itu membuat Indonesia punya banyak kredit karbon. Nah, kredit itu bisa diperdagangkan kalau ada perusahaan di negara lain yang membutuhkan.
Contoh, perusahaan dari China ingin membangun pabrik baru. Setelah dilakukan kajian, pabrik itu akan menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu. Agar bisa melanjutkan pembangunan, perusahaan China tersebut harus membeli kredit karbon terlebih dulu, yang bisa didapatkan dari Indonesia.
Selain untuk menyelamatkan Planet Bumi, perdagangan karbon juga mendatangkan manfaat ekonomi. Kemarin, harga karbon di pasar spot Eropa ditutup di EUR 81,74/ton.
Akan tetapi, Indonesia belum memanfaatkan dengan maksimal potensi ekonomi dari perdagangan karbon. Sebab, harus diakui belum ada regulasi dan standar yang spesifik untuk itu.
Menjawab tantangan tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak tinggal diam. Hari ini, OJK meluncurkan dokumen Taksonomi Hijau Indonesia.
"Dalam Taksonomi Hijau yang kami susun, kami mengkaji 2.733 klasifikasi sektor dan sub-sektor ekonomi di mana 919 di antaranya telah kami konfirmasi oleh kementerian terkait. Ini akan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang mempunyai Taksonomi Hijau selain Tiongkok, Uni Eropa, dan ASEAN. Taksonomi Hijau ini akan menjadi pedoman bagi penyusunan kebijakan dalam memberikan insentif," jelas Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK, dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2022.
Taksonomi Hijau menggolongkan kegiatan usaha menjadi tiga klasifikasi. Pertama adalah kategori hijau, yaitu kegiatan usaha yang melindungi, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas atas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta mematuhi standar tata kelola yang ditetapkan pemerintah dan menerapkan praktik terbaik di tingkat nasional ataupun tingkat internasional.
Kedua adalah kategori kuning, kegiatan usaha yang memenuhi beberapa kriteria/ambang batas hijau. Penentuan manfaat kegiatan usaha ini terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan masih harus ditetapkan melalui pengukuran serta dukungan praktik terbaik lainnya. Ketiga adalah kategori merah, yaitu yang tidak memenuhi kriteria hijau atau kuning.
"Dengan adanya pembagian klasifikasi pada Taksonomi Hijau yang disertai informasi ambang batas yang terhubung pada masing-masing kegiatan, diharapkan dapat memberikan informasi bagi seluruh pemangku kepentingan terkait dalam menyusun kebijakan khususnya dalam proses pembiayaan/investasi ke sektorsektor yang masuk ke dalam sektor hijau dan/atau sebaliknya," tulis dokumen itu.
Selain untuk penentuan insentif, Taksonomi Hijau juga bisa menjadi panduan untuk perdagangan karbon. "OJK bersama Self Regulatory Organization (SRO) yang terdiri dari BEI, KSEI, dan KPEI, bersama dengan pemerintah sedang mengakselerasi kerangka pengaturan bursa karbon di Indonesia," lanjut Wimboh.
Oleh karena itu, Taksonomi Hijau dapat disebut sebagai upaya Indonesia menatap masa depan. Bukan hanya untuk membangun ekonomi secara berkelanjutan (sustainable), melainkan juga untuk membuka potensi pasar baru yaitu perdagangan karbon.
TIM RISET CNBC INDONESIA