UMP 'Anies Effect' Bikin Ramai dan Teguran Anak Buah Jokowi

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
03 January 2022 11:24
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiba di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Selasa (21/9). Anies penuhin panggilan KPK sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur tahun 2019 dengan tersangka Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiba di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Selasa (21/9). Anies penuhin panggilan KPK sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur tahun 2019 dengan tersangka Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah secara khusus mengirimkan surat kepada jajaran gubernur yang tidak menetapkan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK).

Dalam surat tersebut, otoritas ketenagakerjaan meminta para kepala daerah agar mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 36/2021 tentang Pengupahan dalam menetapkan UMP maupun UMK di daerahnya.

Berdasarkan catatan Kementerian Ketenagakerjaan, terdapat 29 provinsi dari 34 provinsi yang menetapkan UMP sesuai formula 36/2021. Artinya, masih ada 5 provinsi yang tidak menetapkan UMP maupun UMK sesuai PP 36/2021.

Salah satunya, adalah DKI Jakarta. Provinsi yang dinahkodai Anies Baswedan itu memang membuat sebuah kebijakan kontroversi dengan merevisi besaran UMP 2022 yang berbeda dengan ketetapan pemerintah pusat.

Pasalnya, Kementerian Ketenagakerjaan pada awalnya memberikan arahan kepada para kepala daerah bahwa kenaikan UMP rata-rata pada tahun ini berada di angka 1,09%.

"Setelah melakukan simulasi, tentu akan ditetapkan gubernur, nilainya berdasarkan data BPS rata-rata kenaikan upah minimum 1,09%. Ini rata-rata nasional," kata Ida dalam pernyataannya pada November lalu.

Kala itu, para kepala daerah diberikan waktu paling lambat 21 November untuk menetapkan UMP. Namun karena tanggal tersebut jauh pada hari libur, maka penetapan paling lambat sehari sebelumnya yaitu 20 November 2021.

Namun, pemerintah pada saat itu enggan kecolongan apabila ada kepala daerah yang menetapkan UMP lebih tinggi dari simulasi yang disepakati. Ida bahkan sempat mengancam kepala daerah yang tidak mengikuti ketentuan.

"Mendagri sudah menyampaikan surat kepada gubernur terkait ketentuan upah minimum dalam surat tersebut juga disampaikan sanksi kepada gubernur atau kepala daerah yang tidak memenuhi kebijakan pengupahan ini," katanya.

Halaman Selanjutnya >>> Buruh Berteriak, Anies Turun Tangan

Bola kebijakan pengupahan pun berada di tangan pemerintah daerah. Semula, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan kenaikan UMP 2022 sebesar Rp 37.749 atau 0,85% menjadi Rpc4.453.935 per bulan.

Namun, keputusannya itu mengundang protes keras dari kalangan buruh. Mereka berkali-kali mengadakan aksi unjuk rasa di depan Balaikota DKI Jakarta.

"KSPI minta gubernur di seluruh Indonesia dalam menetapkan upah minimum baik UMP maupun UMK 2022 harus mengacu UU 13 tahun 2003 dan PP 78 2015, dengan kata lain seluruh gubernur di wilayah RI wajib mencabut SK perihal UMP termasuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan," sebut Presiden KSPI Said Iqbal.

Buruh menilai nilai tersebut sangat kecil. Semula buruh menuntut adanya kenaikan sebesar 10%, namun kemudian justru menurunkan permintaannya.

"Agar dinaikkan upah 4-5% baik upah minimum provinsi dan upah minimum kota, kami ada angka kompromi 4-5% di sel wilayah RI. Gubernur Anies Baswedan harus mengubah SK tersebut, Bupati dan Walikota yang belum mengeluarkan UMK kami minta naikkan 4-5%," sebut Said.

Nyatanya, Anies menaikkan lebih tinggi dari batas permintaan buruh, yakni sebesar 5,1% atau senilai Rp 225.667, sejalan dengan terbitnya Keputusan Gubernur (Kepgub) 1517/2021 tentang UMP 2022.

Dalam keputusan itu, Anies mengancam kalangan pengusaha yang tidak menjalankan keputusan tersebut dengan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Perusahaan yang melanggar ketentuan dalam diktum ketiga, keempat dan kelima dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis Anies.

Selain itu, Anies juga meminta kepada kalangan pengusaha bisa membayar upah sesuai dengan kenaikan yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi.

"Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari UMP yang ditetapkan dalam diktum kesatu," tulis Anies.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular