RI Diramal Bisa Cuan Rp 71 Triliun, Duit Dari Mana Tuh?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
31 December 2021 17:05
Pekerja melakukan pendataan bongkar muat kontainer peti kemas di Terminal 3 Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). Pemulihan ekonomi global dari pandemi Covid - 19 dinilai lebih cepat dari yang diekspektasi banyak pihak. Sehingga produksi dan perdagangan melonjak signifikan yang membuat ketidakseimbangan pasar, yang berimbas pada kekurangan bahan baku dan kelangkaan kontainer.. (CNBC Indonesia/ Muhammad Tri Susilo)
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menargetkan agar otoritas di Indonesia bisa menyelesaikan ratifikasi perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Comprehensive Economic Partnership/RCEP) pada kuartal I-2022. Sejumlah keuntungan atau cuan untuk Indonesia akan diraih.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, perjanjian dagang RCEP ini akan mendatangkan berbagai manfaat. Di antaranya yakni kepastian dan keseragaman aturan perdagangan, iklim investasi yang lebih kondusif, peningkatan peluang usaha barang, jasa, dan investasi.

Serta meningkatkan kualitas jasa nasional dan penguatan regional value chain, cakupan elemen tambahan dalam persetujuan RCEP, perluasan manfaat (spill over effect), dan berdampak terhadap ekonomi makro.

"RCEP juga memiliki peran signifikan ke perekonomian. RCEP telah menjadi tujuan ekspor 56% bagi Indonesia dan sumber impor dari Indonesia sebesar 65%," jelas Airlangga dalam konferensi pers, Jumat (31/12/2021).

Melalui perjanjian dagang RCEP ini, maka Indonesia secara bertahap bisa mendapatkan cuan. Airlangga merinci dari sisi neraca perdagangan dan pertumbuhan ekonomi secara makro. Pada 2022, neraca perdangan RI diperkirakan akan mengalami surplus sebesar US$ 256 juta atau setara Rp 3,6 triliun.

Dari sisi perdagangan barang dan jasa, diprediksi ekspor jasa akan meningkat pada 2026 sebesar US$ 4.748 juta atau sekira Rp 4,7 miliar. Dan diperkirakan akan kembali meningkat menjadi US$ 979,3 juta atau setara Rp 13,9 triliun pada 2040.

Sementara dampak jika Indonesia tidak mengikuti RCEP yakni surplus hanya meningkat menjadi US$ 386,03 juta atau setara Rp 5,5 triliun pada 2040. "Terjadi kenaikan 2,5 kali lipat lebih besar daripada tidak join RCEP," jelas Airlangga.

Nilai ekspor diperkirakan akan meningkat US$ 5,01 miliar atau setara Rp 71 triliun (kurs Rp 14.200/US$) pada 2040 dan bisa menurun US$ 228 juta jika tidak bergabung dalam RCEP. Sektor yang diperkirakan mengalami peningkatan ekspor, kata Airlangga yakni gas, elektronik, kayu, manufaktur, perkebunan, dan kertas.

Sementara itu, nilai impor diyakini meningkat US$ 4,05 miliar dan dapat turun US$ 158 juta jika tak bergabung. Sektor yang mengalami kenaikan impor di antaranya makanan olahan, transportasi termausk kendaraan bermotor dan perlengkapannya, logam, kimia, karet olahan, plastik, serta tekstil dan garmen.

Kemudian dari sisi ekonomi makro, lewat perjanjian RCEP ini akan meningkatkan produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,07% pada tahun 2040 mendatang. Sebaliknya, angka PDB akan turun 0,08% jika Indonesia tidak bergabung.

"Indonesia akan mengalami peningkatan GDP sebesar 0,07%, peningkatan ekspor sebesar US$ 5 miliar tahun 2040. Sehingga dengan kajian tersebut, positif terhadap perekonomian nasional," jelas Airlangga.

Diketahui, anggota RCEP terdiri dari 10 negara ASEAN serta lima negara mitra dagang non ASEAN yakni Jepang, Australia, Korea Selatan, Selandia Baru, dan China.

Airlangga mencatat, surplus dagang dengan kelima negara mitra dagang itu dalam lima tahun mendatang diyakini meningkat. Pihaknya mencatat, surplus dagang jika Indonesia tidak ikut dalam RCEP akan mencapai 4,745 miliar dolar AS di tahun 2026. Namun, nilai itu bisa meningkat menjadi 4,748 miliar dolar AS.

"Artinya ada potensi peningkatan margin dari ekspor tahun 2026 sebesar US$ 3,01 juta dolar AS atau 0,06% di tahun 2026 dengan lima negara itu," ujarnya.

Airlangga menegaskan, RCEP bukan hanya komitmen perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) saja. Melainkan juga mengatur beberapa hal penting seperti penghapusan substansi hambatan perdagangan jasa sehingga akses pasar lebih terbuka.

Hal penting lainnya yang diatur dalam RCEP, kata Airlangga di antaranya yakni mendorong dan menciptakan ekosistem perdagangan elektronik e-commerce yang kondusif.

Perjanjian RCEP juga berdampak terhadap berkuranganya kesenjangan pembangunan di antara negara anggota RCEP dengan kerja sama pemberdayaan kerjasama teknis dan ekonomi.

Kemudian juga dapat mempromosikan berbagai informasi dan kerja sama dalam meningkatkan kemampuan UMKM untuk memanfaatkan perjanjian RCEP, serta meningkatkan kapasitas UMKM khususnya dalam akses digital dan memasuki global and regional supply chain.

Airlangga berharap RCEP ini bisa meningkatkan daya saing Indonesia, sekaligus mendorong dan membuka pasar-pasar ekspor.

"Bagi masyarakat Indonesia diharapkan perjanjian RCEP ini bisa dimanfaatkan oleh berbagai kementerian, perindustirian, dan pelaku usaha lainnya," jelas Airlangga.


(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Belum Teken Perjanjian Dagang Internasional, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular