Tax Amnesty Jilid II Full Online, Sistem Ditjen Pajak Aman?
Jakarta, CNBC Indonesia - Program Pengampunan Pajak (PPS) alias tax amnesty jilid II akan segera berlangsung dalam beberapa hari ke depan, tepatnya mulai 1 Januari 2022.
Dalam pelaksanaannya, tax amnesty jilid II hanya bisa dilakukan secara online melalui aplikasi khusus yang disiapkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sistem ini pun disiapkan dengan baik dan dipastikan akan berjalan dengan lancar.
"DJP sudah punya pengalaman panjang dalam mengelola sistem IT, karena setiap tahun ada hajatan penyampaian SPT tahunan, dan ini PPS full online. Jadi nggak ada alasan bagi DJP nggak siap atau sistemnya down," ungkap Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, Jumat (24/12/2021).
Menurutnya, saat ini aplikasi khusus PPS juga sudah mulai dilakukan uji coba dan tidak ada kendala, sehingga saat nanti pelaksanaanya dipastikan berjalan dengan baik.
"Kita pastikan kita siap dan dalam sisa waktu ini DJP sudah lakukan uji coba agar pas waktunya nanti berjalan baik dan lancar," jelasnya.
Seperti diketahui, PPS ada di dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan akan dilaksanakan selama enam bulan mulai dari 1 Januari hingga 30 Juni 2022.
Dalam program ini ada dua kebijakan tarif yang ditetapkan. Pertama, untuk wajib pajak orang pribadi dan badan yang merupakan peserta tax amnesty jilid I. Ini untuk harta yang diperoleh hingga 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan pada tax amnesty sebelumnya.
Tarif PPh Final untuk skema pertama ini adalah:
- 11% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
- 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi ke dan aset dalam negeri
- 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA)
Kedua, berlaku hanya bagi wajib pajak orang pribadi yang hartanya belum diungkapkan dalam SPT tahun pajak 2020. Ini berlaku untuk harta yang diperoleh pada periode 2016-2020.
Tarif PPh final yang diberikan untuk skema kedua ini adalah:
- 18% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri
- 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri
- 12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi terbarukan.
(wia)