Mencari Dukungan Finansial Energi Terbarukan
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus mendorong kebijakan terkait pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance) seiring dengan komitmen dan upaya menuju program ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan. Indonesia juga telah menyiapkan sederet strategi untuk penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) dan menyiapkan peta transisi energi menuju Net Zero Emission untuk periode 2021-2060.
Pengamat Perbankan Universitas Bina Nusantara Doddy Ariefianto mengatakan green financing atau pembiayaan hijau sudah dirintis sejak lama oleh para akuntan di negara barat. Menurutnya kala itu, korporasi diminta untuk melaporkan produksi dan kontribusi pada karbon dioksida dan limbah berat. Sayangnya, menurut Doddy tidak ada kelanjutan usai pencatatan itu sehingga kontribusinya terhadap lingkungan belum terlihat.
"Awalnya hal ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan kontribusi terhadap efek rumah kaca. Meminta pada pasar keuangan bagi perusahaan yang tidak menerapkan hal tersebut mendapatkan bunga lebih tinggi dari seharusnya," ungkap Doddy kepada CNBC Indonesia, belum lama ini.
Dia menambahkan penerapan green financing dalam perjalanannya masih dilematis, karena teknologi yang masih terbilang mahal. Teknologi ramah lingkungan tetap tidak semurah bahan bakar minyak (BBM) dan batu bara. Akhirnya, hal ini menjadi isu utama terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Kalau teknologi bisa dibikin murah semua orang pasti akan beralih. Dialognya adalah kapan? Apalagi, nilai komersial dari teknologi bagi bisnis di negara belum masuk," jelas Doddy.
Meski masih dibayangi berbagai kendala, industri keuangan di Indonesia telah memulai langkah penting dalam green financing baik dari perbankan maupun pemerintah. Dia mencontohkan gencarnya pemerintah menerbitkan green bond atau green sukuk, dengan proyek-proyek ramah lingkungan yang spesifik.
Begitu pula perbankan yang mulai memberikan berbagai persyaratan "hijau" yang lebih memperhatikan aspek lingkungan untuk penyaluran kreditnya. Meski langkah green financing membutuhkan percepatan, Doddy menilai langkah yang telah dimulai saat ini bisa menjadi permulaan.
"Ke depan semoga ada makin banyak yang menggunakan karena pasar modal memberikan privilege pada hal-hal dengan embel-embel green, ada fasilitas murah segala macam," kata Doddy.
Hingga kuartal III- 2021, OJK mencatat, nilai pembiayaan berkelanjutan di Indonesia telah mencapai US$ 55,9 miliar atau setara dengan Rp 809,75 triliun (kurs Rp 14.440/US$), penerbitan green bond di pasar domestik tercatat US$ 35,12 juta (Rp 500 miliar) atau 0,01% dari total outstanding bond.
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso pada konferensi mengenai perubahan iklim dunia (Conference of the Parties/COP) ke-26 di Glasgow, Skotlandia, Senin (1/11/2021).
"OJK terus mendukung komitmen Pemerintah Indonesia terhadap Perjanjian Paris serta langkah negara untuk mencapai tujuan net zero emission," kata Wimboh.
Menurutnya, OJK telah memantau risiko terkait perubahan iklim serta krisis energi yang menambah tekanan pada ekonomi global. Tingginya biaya transisi ke ekonomi rendah karbon membawa tantangan dalam mempercepat implementasi pembiayaan berkelanjutan di negara berkembang.
Risiko perubahan iklim tersebut harus diperlakukan sebagai prioritas tinggi dan perlu dikurangi dengan upaya kolaboratif seluruh pemangku kepentingan. Wimboh menyampaikan, komitmen OJK dalam mengakselerasi keuangan berkelanjutan telah diwujudkan dalam penerbitan Roadmap Keuangan Berkelanjutan pada 2015 - 2019 dan dilanjutkan pada tahap kedua pada 2020 hingga 2024.
Sasaran strategis Roadmap Keuangan Berkelanjutan meliputi terciptanya ekosistem yang mendukung percepatan keuangan berkelanjutan, peningkatan pasokan dan permintaan dana dan instrumen keuangan yang ramah lingkungan, serta penguatan pengawasan dan koordinasi dalam penerapan keuangan berkelanjutan di Indonesia.
Selain mencatat nilai pembiayaan berkelanjutan di Indonesia yang telah mencapai US$ 55,9 miliar, OJK juga mengungkapkan data bahwa global sustainability bond yang diterbitkan oleh emiten Indonesia telah mencapai lebih dari US$ 2,22 miliar (Rp 31,6 triliun).
Sementara itu, portofolio blended finance telah mendapatkan komitmen sebesar US$ 2,46 miliar atau Rp 35,6 triliun. Kemudian, dari sisi indeks saham yang berkaitan dengan tata kelola dan energi bersih yakni Indeks SRI-Kehati ESG telah membuktikan ketangguhannya selama pandemi dan mengungguli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Di sektor perbankan, total pinjaman terkait keuangan berkelanjutan tercatat sebesar US$ 55,9 miliar (Rp 809,75 triliun).
Hampir 50% bank di Indonesia yang mewakili 91% dari total aset pasar perbankan Indonesia menunjukkan komitmen yang meningkat dalam menerapkan keuangan berkelanjutan. Sustainable Banking and Finance Network (SBFN) pada tahun 2021 memasukkan Indonesia, Republik Rakyat Tiongkok dan Kolombia sebagai negara-negara dalam tahap konsolidasi regulasi keuangan berkelanjutan.
Salah satu bank yang tengah menggencarkan green financing adalah UOB. Melalui Sustainable Financing yang dimiliki oleh UOB, perusahaan yang ingin terjun pada green energy bisa dengan mudah mengaplikasikannya dengan mudah bersama UOB. Pasalnya, seringkali ketika mengintegrasikan konsep keberlanjutan ke dalam strategi bisnis. malah menjadi hal yang rumit.
Framework Pembiayaan Berkelanjutan dari UOB mencakup, Green Trade Financing Framework, Smart City Sustainable Finance Framework, Real Estate Sustainable Finance Framework, dan Green Circular Economy Framework.
Di dalam masing-masing framework ada sejumlah cakupan solusi yang ditawarkan dan sesuai dengan SDG's yang ditetapkan oleh PBB. Solusi-solusi yang dihadirkan akan membuat penerapan keberlanjutan dan energi ramah lingkungan akan lebih mudah. Di dalamnya ada wawasan dan pengetahuan, proses yang efisien dan transparan dari kualifikasi hingga pelaporan, dan solusi khusus yang memenuhi kebutuhan setiap jenis bisnis.
UOB juga menyediakan solusi yang mencakup penyediaan manajemen kas dan pembiayaan hijau untuk pengembangan proyek tenaga surya, serta solusi pembiayaan berbasis kontrak end-to-end untuk kontraktor engineering, procurement, construction and commissioning (EPCC). Selain itu, UOB juga menawarkan bunga 0% untuk paket cicilan bagi pemilik rumah yang beralih menggunakan tenaga surya melalui kerja sama dengan penyedia layanan tenaga surya setempat.
(rah/rah)