Pengusaha Yakin Harga Batu Bara Masih 'Kesurupan' di Q1 2022

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
17 December 2021 16:40
Pekerja membersihkan sisa-sisa batu bara yang berada di luar kapal tongkang pada saat bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). Pemerintah Indonesia berambisi untuk mengurangi besar-besaran konsumsi batu bara di dalam negeri, bahkan tak mustahil bila meninggalkannya sama sekali. Hal ini tak lain demi mencapai target netral karbon pada 2060 atau lebih cepat, seperti yang dikampanyekan banyak negara di dunia. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha batu bara masih meyakini harga batu bara masih tetap tinggi hingga kuartal I 2022. Hal ini dipicu oleh permintaan yang diperkirakan masih tinggi pada awal tahun.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia.

Dia mengatakan, awal tahun permintaan batu bara cukup tinggi karena faktor cuaca. Apalagi, lanjutnya, di China sebagai negara konsumen terbesar batu bara dunia akan melaksanakan Olimpiade musim dingin.

"Kemungkinan di awal tahun, di kuartal pertama harga masih cukup kuat. Biasanya awal tahun demand cukup tinggi karena faktor cuaca. Di Tiongkok sendiri mereka akan melaksanakan winter Olympic," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (17/12/2021).

Perlu diketahui, kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup US$ 179,1/ton. Melesat 5,82% dari hari sebelumnya.

Dengan demikian, harga si batu hitam sah naik delapan hari berturut-turut. Selama periode tersebut, harga melesat 23,86%.

Pihaknya pun memperkirakan permintaan batu bara pada tahun depan masih cukup tinggi. Meski sejumlah negara maju mengampanyekan anti-batu bara dan meminta menghentikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), namun menurutnya itu belum akan terjadi pada tahun depan, termasuk di Indonesia.

"Kalau pengurangan pemakaian batu bara untuk PLTU setahu saya efektifnya bukan di tahun depan (kalau merujuk ke RUPTL PLN). Permintaan akan batu bara di tahun depan diperkirakan masih cukup bagus," tuturnya.

Dia pun meyakini ekspor batu bara Indonesia pada tahun depan masih tinggi karena mayoritas batu bara RI diekspor ke Asia Pasifik yang umumnya masih mengandalkan batu bara untuk sumber energi pembangkit listrik mereka.

"Ekspor kita 98% ke wilayah Asia Pasifik yang umumnya masih mengandalkan batu bara untuk kelistrikan mereka. Jadi dalam jangka pendek belum terlalu terpengaruh," ucapnya.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat produksi batu bara nasional sampai hari ini, Jumat, 17 Desember 2021, mencapai 581,17 juta ton atau 92,99% dari target tahun ini 625 juta ton.

Hal tersebut berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, dikutip Jumat (17/12/2021).

"Produksi batu bara 581,17 juta ton atau 92,99% dari target per 17 Desember 2021," bunyi data MODI tersebut.

Adapun dari realisasi produksi tersebut, realisasi ekspor tercatat mencapai 282,69 juta ton, domestik 188,38 juta ton, penyerapan batu bara khusus untuk pembangkit listrik dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO) 63,47 juta ton.

Realisasi produksi batu bara hingga pertengahan Desember 2021 ini telah melampaui realisasi produksi pada satu tahun penuh 2020 yang mencapai 565,69 juta ton.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Benci Tapi Rindu, Batu Bara Jadi Lapangan Kerja Banyak Orang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular