
Pak Jokowi, Bank Dunia Punya Skenario Genjot EBT RI, Cek!

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia menyiapkan modeling dan skenario untuk Indonesia sebagai dukungan dalam mendorong net zero emission carbon atau netral karbon di tahun 2060, dengan cara menggenjot penggunaan energi baru terbarukan.
Bank Dunia melihat, saat ini Indonesia memiliki banyak kemajuan dalam hal pembangunan pembangkit. Bahkan sudah bisa mencapai akses universal 34 juta orang pelanggan dalam 10 tahun terakhir dengan kapasitas terpasang 43 Giga Watt 2011 menjadi 61 GW pada tahun 2020.
"Tapi ada dampak lingkungan, kemampuan batu bara berlipat ganda dalam 10 tahun terkahir. Penggunaan batu bara yang meningkat juga meningkatkan emisi antara 1990 - 2017 dan intensitas emisi dua kali lebih besar dari rata-rata intensitas dari negara-negara G20 lainnya," terang Lead Energy Specialist World Bank Indonesia and Timor Leste, Stephan Garnier, Kamis (16/12/2021)
Dengan tingginya batu bara, Indonesia kata Garnier, tertinggal dalam penggunaan EBT. Hal itu menurut catatan Bank Dunia, Indonesia belum memasang standarisasi otomasi dan digitalisasi.
Kebijakan memberikan subsidi batu bara dan bahan bakar minyak (BBM) serta distorsi harga EBTÂ juga membatasi mobilisasi pengembangan EBT.
Nah, untuk mendorong terciptanya peningkatan energi hijau itu, Bank Dunia membuat modeling dan skenario. Khususnya untuk Jawa - Bali:
Pertama, sejatinya Indonesia membuat RUPTL yang baru dan dibuat sampai tahun 2040. Yang mana, RUPTL ini bisa memberikan batasan sebesar 70% kepada pembangkit batu bara sampai tahun 2040.
"Dengan skenario ini menunjukan emisi akan diturunkan 40% pada 2040 dan akan menambahkan 6% di skenario emisi tanpa mempertimbangkan face down batubara ini," ungkap dia.
Selanjutnya rekomendasi Bank Dunia, yakni rencana dekarbonisasi, perlu meningkatkan sektoral lintas Kementerian/Lembaga dan penting untuk bisa menentukan langkah PLTU batubara dengan pendanaan inovatif dan melihat teknologi-teknologi dan opsi baru untuk dekarbonisasi.
"Keterhubungan pasar listrik internasional dan penyimpanan, penyerapan karbon dan melihat teknologi baru yang bisa digunakan di tahun-tahun mendatang berbasis hidrogen," ungkap Garnier.
Ketiga, memperluas pemasangan energi bersih, rekomendasi Bank Dunia, perlu membuat target jangka menengah yang dijalankan untuk pemasangan EBT. Tentunya disesuaikan dengan waktu pengadaan PLN untuk bisa memasang energi baru seperti solar dan bayu.
"Dan peraturan perlu diubah untuk mengurangi PLTU batu bara dan pengurangan subsidi sehingga ada tempat kompetisi yang setara EBT dengan BBM fosil," ungkap Garnier.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bank Dunia: Penggunaan EBT Indonesia Tertinggal