Diskon Rumah Baru Masih Minim, Pengembang Nego Perpanjangan

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
10 December 2021 18:26
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Realisasi insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPNDTP) yang diberikan kepada para pembeli rumah baru masih baru 10% dari alokasi. Hal ini lah yang membuat pengembang meminta adanya perpanjangan insentif PPNDTP sampai tahun depan dari seharusnya selesai akhir 2021.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, melihat sektor properti memang butuh insentif, namun stimulus seharusnya bisa lebih selektif. Karena penerima insentif dinikmati oleh perumahan kelas atas.

"Stimulus bisa lebih selektif, misalnya 20% PPN DTP untuk rumah/apartemen maksimal harga Rp 2 miliar dan insentif properti bisa diberikan berdasarkan lokasi seperti Surabaya, Bandara Lampung, dan Semarang yang pertumbuhan permintaaannya masih lambat," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (10/12/2021).

Jadi kalaupun dilanjutkan, untuk daerah yang pertumbuhannya lambat mendapat insentif lebih besar ketimbang daerah yang sudah menunjukkan peningkatan.

Sementara dia meminta insentif PPnDTP untuk rumah/apartemen di atas Rp 2 miliar dihapus. Karena dari hasil survei BI pada Q3-2021 menunjukkan harga properti kelas atas menunjukkan kenaikan yang lebih cepat dibanding kategori menengah ke bawah. Selain itu pertumbujan KPR pada Q3-2021 naik 9,3% dibanding kredit konsumsi lainnya.

"Demand properti yang sempat tertunda akibat PPKM saat ini sudah mulai bergeliat lagi," katanya.

Selain itu Bhima meminta pemerintah mengukur efek insentif PPN Properti terhadap penurunan penerimaan pajak. Dikhawatirkan jika insentif properti dilanjutkan maka sektor lain juga akan meminta stimulus yang besar.

"Asas keadilan tiap sektor penting diperhatikan," jelasnya.

Sebelumnya, Pengembang yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) sudah mengajukan perpanjangan insentif ini kepada pemerintah. Meski diakui penyerapan insentif ini hanya 10% dari alokasi anggaran.

"Saya sudah kirimkan surat ke Menko Perekonomian terkait perpanjangan (PPNDTP) sampai 2022," kata Wakil Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Hari Ganie, dalam webinar, Jumat (12/12/2021).

"PPNDTP antara anggaran yang dialokasikan dengan tercatat itu realisasinya hanya 10%," jelasnya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Orang Ramai-Ramai Jual Rumah Bekas Awal Tahun, Tanda Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular