Tolong Pak Jokowi! Harga Cabe-cabean Mahal Sekali...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 December 2021 11:24
Penjualan Cabe Rawit di Pasar Kramat Jati
Foto: Penjualan Cabe Rawit di Pasar Kramat Jati, Jakarta. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga sejumlah kebutuhan pangan bergerak naik. Sepertinya ancaman inflasi, yang dikhawatirkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, nyata adanya.

Bank Indonesia (BI) melalui Survei Pemantauan Harga (SPH) hingga minggu I memperkirakan inflasi Desember 2021 sebesar 0,25% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ini membuat inflasi sepanjang 2021 menjadi 1,55%.

"Penyumbang utama inflasi Desember 2021 sampai dengan minggu I yaitu komoditas cabai rawit dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,04% (mtm), cabai merah sebesar (0,02%) mtm, telur ayam ras, sawi hijau, kangkung, sabun detergen bubuk dan tarif angkutan udara masing-masing sebesar 0,01% (mtm)," sebut keterangan tertulis BI, akhir pekan lalu.

Mengutip catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), adalah harga cabai-cabaian yang bergerak naik. Per 6 Desember 2021, harga rata-rata nasional cabai merah keriting adalah Rp 45.600/kg. Naik 9,75% dibandingkan sebulan sebelumnya.

Kemudian harga cabai rawit hijau pada 6 Desember 2021 ada di Rp 49.900/kg. Melejit 53,3% dalam sebulan. Wow...

Ada lagi cabai rawit merah. Pada 6 Desember 2021, harganya ada di Rp 65.100/kg. Meroket 82,86% selama sebulan terakhir. Luar biasa...

Minyak goreng, yang bulan lalu jadi biang kerok inflasi, masih saja menebar teror. Per 6 Desember 2021, harga minyak goreng kemasan bermerk adalah Rp 19.700/kg. Naik 7,36% dibandingkan sebulan sebelumnya.

Halaman Selanjutnya --> Inflasi Jadi Ancaman Dunia

Tekanan inflasi adalah fenomena global, tidak hanya di Indonesia. Bahkan masalah ini sudah terjadi lebih dulu di negara-negara lain, termasuk di negara maju.

Misalnya di Amerika Serikat (AS). Pada Oktober 2021, inflasi di Negeri Stars and Stripes mencapai 6,2% yoy. Ini adalah rekor tertinggi sejak 1990.

Sementara di Inggris, inflasi Oktober 2021 tercatat 4,2% yoy. Ini menjadi yang tertinggi sejak 2011.

Setelah pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) mereda, pemerintah di berbagai negara mulai membuka 'keran' aktivitas dan mobilitas warga. Hidup yang sudah lebih normal ini tentu berujung ke peningkatan permintaan.

Sayangnya dunia usaha belum siap menghadapi lonjakan permintaan ini. Produksi belum bisa digenjot kencang. Permintaan tinggi dan produksi yang masih terbatas ini menyebabkan tekanan inflasi.

Belum lagi pemerintah di sejumlah negara akan mulai melakukan pengetatan fiskal. Defisit anggaran yang 'jebol' gara-gara kebutuhan mendesak penanganan pandemi harus dikembalikan lagi ke posisi normal. Disiplin dan konsolidasi fiskal sepertinya akan menjadi tema besar mulai tahun depan.

Saat anggaran negara tidak ekspansif lagi, maka peredaran uang di perekonomian akan berkurang. Saat jumlah uang beredar berkurang, lagi-lagi dampaknya adalah inflasi.

"Semua negara juga mengkhawatirkan. Nanti kalau defisit dikembalikan ke normal, nanti inflasi. Pandemi ini dampaknya betul-betul ke mana-mana," ungkap Jokowi.

Halaman Selanjutnya --> Soal Inflasi, Sri Mulyani Bilang Begini

Sementara Sri Mulyani menyatakan di satu sisi kenaikan harga komoditas berdampak positif bagi Indonesia. Ini karena Indonesia adalah produsen dan eksportir utama sejumlah komoditas seperti batu bara, minyak sawit, karet, dan sebagainya.

"Seiring permintaan yang meningkat, harga komoditas energi meningkat tajam. Beberapa sudah mengalami koreksi, namun kita melihat dinamika migas dan batu bara sangat-sangat dinamis. CPO (minyak sawit mentah), karet, harga naik dan memberi dampak positif ke pemulihan ekonomi Indonesia," papar Bendahara Negara.

Namun, tambah Sri Mulyani, kenaikan harga komoditas ini harus disikapi dengan hati-hati. Sebab, kenaikan harga akan menyebabkan tekanan inflasi yang sudah dirasakan di berbagai negara.

"Di Amerika Serikat (AS), inflasi sudah 6,2%, tertinggi sejak 30 tahun terakhir. Ini tantangan nyata, bagaimana langkah-langkah menjinakkan inflasi tanpa mengguncang dunia.

"Negara-negara emerging inflasinya juga sudah tinggi. Argentina 52% inflasinya selama dua kuartal berturut-turut. Turki juga inflasinya mencapai 20% dengan nilai tukar mengalami depresiasi tajam 35,5%.

"Indonesia adalah sedikit negara yang inflasinya terjaga, masih 1,7%. Nilai tukar rupiah stabil, dalam hal ini hanya sedikit mengalami depresiasi. Ini menggambarkan salah satu kekuatan ekonomi kita," terang eks Direktur Bank Dunia tersebut.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Mau Inflasi RI Tak 'Gila' Kayak China? Cabe-cabean Kuncinya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular