Jangan Panik Berlebihan, Ini Fakta 'Melegakan' Soal Omicron
Jakarta, CNBC Indonesia - Kemunculan virus corona Varian Omicron di Afrika bagian selatan telah membuat dunia dilanda ketakutan hebat. Hal itu diakibatkan varian baru Covid-19 itu, yang tercatat membawa 32 mutasi spike protein, menguatkan virus dalam melawan vaksin dan kekebalan tubuh.
Bahkan, CEO Moderna Stephane Bancel menyebut bahwa belum ada vaksin yang efektif dalam melawan varian tersebut. Pasalnya jumlah mutasi spike protein varian tu sangatlah banyak.
"Tidak ada di dunia, saya pikir di mana (efektivitas) berada di tingkat yang sama...seperti yang dimiliki Delta," ungkap Bancel seperti dikutip dari Reuters, Selasa (30/11/2021).
Namun, pendapat berbeda disampaikan oleh perusahaan pembuat vaksin dan obat-obatan lainnya, Pfizer. CEO Pfizer Albert Bourla mengatakan, pihaknya optimistis obat pil yang saat ini dikembangkan perusahaannya untuk pengobatan Covid-19, Paxlovid, mampu melawan infeksi Covid-19 Varian Omicron.
"Kabar baiknya ketika datang ke perawatan kami, (obat) itu dirancang dengan fakta bahwa sebagian besar mutasi datang dalam protein spike," kata Bourla kepada "Squawk Box" CNBC International.
"Jadi itu memberi saya tingkat kepercayaan yang sangat tinggi bahwa pengobatan tidak akan terpengaruh, pengobatan oral kita tidak akan terpengaruh oleh virus ini."
Sementara itu, meski terjadi lonjakan angka pasien rumah sakit di pusat penyebaran Omicron di Afrika Selatan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut hingga saat ini belum ada laporan kematian akibat infeksi virus itu. WHO sejauh ini hanya menekankan agar masyarakat dunia waspada dengan menjalankan protokol kesehatan secara tepat.
"Hingga saat ini, tidak ada kematian terkait dengan Omicron yang dilaporkan, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai potensi Omicron untuk lolos dari perlindungan terhadap kekebalan yang disebabkan oleh vaksin dan infeksi sebelumnya," ujar lembaga itu.
Omicron sendiri pertama kali ditemukan di Botswana. Kemudian virus ini mulai merebak luas di Afrika Selatan dan mulai menjangkiti wilayah terpadat negara itu, Gauteng. Dari Afsel ini, virus itu kemudian menyebar ke seluruh dunia, beberapa diantaranya negara-negara yang dekat dengan RI seperti Hong Kong dan Australia.
(tps/tps)