
Revisi UU Migas Mampu Cegah 'Kiamat' Industri Migas RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Revisi Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) ditargetkan akan rampung maksimal pada akhir 2022 mendatang.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman mengatakan, dengan dirampungkannya Revisi UU Migas ini, maka diharapkan bisa menjawab tantangan di sektor hulu migas ini.
Menurutnya, pembahasan Revisi UU Migas ini tidak hanya mengejar kecepatan, namun juga disesuaikan dengan update terkini kondisi sektor migas.
"RUU Migas harus terealisasi, ini tantangan besar, harapan kita bisa jawab program defisit anggaran kita. Selain cepat, juga untuk menjawab tantangan kekinian sektor migas," paparnya dalam '2nd International Convention Indonesian Upstream Oil and Gas 2021', Selasa (30/11/2021).
Pihaknya akan membahas isi dari Revisi UU Migas ini melalui berbagai forum dengan pelaku usaha migas. Salah satu isu besar di dalam Revisi UU Migas adalah mengenai organisasi SKK Migas atau pengatur sektor hulu migas, apakah akan melalui badan usaha khusus atau di bawah PT Pertamina (Persero).
"Terkait badan usaha khusus, ada isu-isu beredar di Komisi VII, masih ada perdebatan apakah badan usaha khusus atau di bawah Pertamina. Tapi arus besarnya ke badan usaha khusus," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, sektor migas ini penting, pasalnya pendapatan negara di luar pajak banyak disumbang dari migas. Karena hulu migas ini merupakan salah satu sektor yang penting, maka produksi minyak tahunan pun masuk ke dalam asumsi makro.
"Kalau produksi minyak kita naik, asumsi makro naik, kalau turun asumsi makro pendapatan juga turun," jelasnya.
Adanya revisi UU Migas ini diharapkan akan memberikan kepastian hukum bagi investor, sehingga nantinya juga bisa mendorong investasi di sektor migas.
Sebelumnya, Anggota Dewan Energi Nasional Satya W. Yudha mengatakan, ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk memperbaiki iklim investasi migas di Indonesia.
Pertama, kejelasan status hukum Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Ini bisa terwujud bila ada kepastian di revisi UU Migas.
"Kita ketahui bahwa status hukum SKK Migas yang belum jelas hingga hari ini. Dengan dibatalkannya pasal mengenai SKK Migas (BP Migas) di UU Migas oleh Mahkamah Konstitusi, hingga hari ini statusnya belum jelas," paparnya dalam webinar, Rabu (28/04/2021).
Tidak hanya status SKK Migas yang belum jelas, kondisi hulu migas juga dipengaruhi oleh situasi pandemi, penurunan produksi, hingga penemuan cadangan yang rendah.
"Belum ditemukan cadangan yang besar dalam beberapa dekade ini, keekonomian lapangan dengan fiscal term seperti saat ini menjadi tidak ekonomis, ini tantangan yang harus dijawab oleh pemerintah demi mencapai 1 juta barel per hari di 2030," jelasnya.
Menurutnya, kebijakan fiskal juga akan mempengaruhi daya tarik investasi di sektor ini.
"Apabila kebijakan fiskal bagus, bisa meningkatkan investasi di migas, menciptakan multiplier effect dan lapangan kerja akan meningkat, meningkatkan produksi migas nasional dan mengurangi impor," tuturnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pak Jokowi, Pengusaha Menanti Kepastian Revisi UU Migas lho
