Cerita Badai PHK dari Industri Batu Bara Tanah Air
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mendorong proyek hilirisasi batu bara salah satunya melalui gasifikasi.
Yakni mengolah batu bara kalori rendah menjadi Dimethyl Ether (DME), di mana DME ini nantinya bisa menjadi subtitusi atau menggantikan Liquified Petroleum Gas (LPG).
Langkah hilirisasi diambil sebagai langkah pemerintah mengantisipasi sunsetnya industri tambang batu bara untuk pembangkit. Di mana negara-negara di dunia tengah berbondong-bondong meninggalkan energi fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT).
Akan tetapi serapan tenaga kerja dari proyek hilirisasi tidak akan sebanyak proyek PLTU. Kondisi ini diramal akan menyebabkan sekitar 88.500 orang kehilangan pekerjaan akibat PLTU ditinggalkan.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli. Dia menjelaskan proyek hilirisasi tidak akan menyerap tenaga kerja sebanyak PLTU atau industri batu bara saat ini.
Menurutnya berdasarkan proyeksi pengembangan dan pemanfaatan pada tahun 2030 yang bisa diserap untuk keperluan domestik sebesar 259 juta ton dan meningkat pada tahun 2040 sebesar 276 juta ton.
"Jika dengan tingkat produksi saat ini rata-rata 600 juta ton, maka akan ada sebanyak 324 - 341 juta ton batubara yang harus diekspor atau dicarikan pasar baru," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip, Selasa, (23/11/2021).
Lebih lanjut dia mengatakan, jika batu bara ini tidak bisa terserap alias termanfaatkan akan berdampak pada gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Apabila tidak termanfaatkan maka hal ini akan menyebabkan sedikitnya sebanyak 88.500 orang akan kehilangan pekerjaannya," lanjutnya.
Batu bara kini masih menjadi komoditas andalan negeri ini, bahkan pada 2020 lalu menduduki peringkat ketiga sebagai produsen terbesar di dunia setelah China dan India.
Berdasarkan data Booklet Batu Bara Kementerian ESDM 2020, industri batu bara pun telah menyerap tenaga kerja hingga 150 ribu pada 2019 lalu. Mayoritas warga lokal.
"Industri batu bara menyerap tenaga kerja hingga 150.000 pada tahun 2019. Komposisi tenaga kerja asing sebanyak 0,1%," tulis booklet itu.
Jumlah tersebut bahkan belum termasuk penyerapan tenaga kerja di bidang operasional PLTU. Bila dimasukkan dengan tenaga kerja di PLTU, maka artinya jumlah tenaga kerja yang harus kehilangan pekerjaan menjadi lebih besar lagi.
(dru)