
Menkes Blak-blakan Potensi Gelombang Ketiga Covid-19 RI

Kendati demikian, Menkes Budi Gunadi Sadikin (BGS) mengatakan pemerintah tetap mewaspadai agar jangan sampai kemasukan varian baru. Sebab, seperti dijelaskan di awal, varian baru merupakan salah satu penyebab gelombang ketiga.
"Proven scientifically (Terbukti secara saintifik). Kita jagalah border (perbatasan) kita. Dan bukan hanya udara saja, kalau kita jaga udara paling ketat, masuknya kemarin kan dari laut. Delta itu masuknya dari Cilacap dan Dumai. Dari India, kru-kru India masuk dari sana. Sama dari Malaysia lewat TKI kita," ujar BGS.
"Nah kita sudah petain nih di mana titik-titiknya sudah kita batasi secara resmi ya. Orang asing cuma bisa masuk di 22 titik ini, lima udara, 9 laut, 8 darat. Ya tikus-tikus ada tapi yang besarnya di sini. Dan kita sudah identifikasi risiko terbesar di mana. Udara di Soetta, laut di Batam, darat di Entikong. Itu historically itu yang paling banyak masuknya orang-orang," lanjutnya.
Untuk itu, BGS bilang kalau pemerintah meningkatkan kapasitas sejumlah sarana dan prasarana di titik-titik dengan risiko besar itu. Agar deteksi lebih dini dapat dilakukan.
"Jadi penyebab kenaikan gelombang berikutnya itu selalu ada ciri-ciri varian baru. Varian baru ini gimana, kita sudah identifikasi monitor terus yang tiga dan gimana cara cegahnya kita jaga border kita supaya jangan sampai masuk," ujar BGS.
Eks Direktur Utama Bank Mandiri itu lantas mengungkapkan perbincangannya dengan salah seorang epidemiolog asal Universitas Gadjah Mada (UGM) beberapa waktu lalu. Menurut sang pakar, kata BGS, varian baru bukan hanya berasal dari luar negeri, melainkan juga dari tanah air.
Sebagai contoh di Inggris. Terdapat dua varian yang menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 di Inggris, yaitu delta dan 'anak' delta atau AY.4.2.
Indonesia?
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Menurut BGS, varian delta di Indonesia sudah 'beranak' menjadi 25 jenis yang berbeda. Sebagai catatan yang asli adalah B.1.617.2.
"Tapi sekarang yang banyak beredar di Indonesia bukan cuma itu. Itu adalah sublineage atau mutasi atau varian baru dari delta yang namanya AY.23. Kemudian AY.24. Di kita belum ada yang namanya AY.4.2. Jadi belum terjadi mutasinya di Indonesia," kata BGS.
![]() Grafik Kemenkes |
Sementara itu di dunia, yang terbanyak masih varian delta (B.1.617.2). Sedangkan AY.4.2 berada di urutan ke-12 dan banyak ditemukan di Inggris, Jerman, Denmark, Polandia, dan Italia. Adapun AY.23 paling banyak ditemukan di Singapura.
"Singapura sudah pasti dari kita dapatnya. Karena di Singapura belakangan. Jadi perlu takut nggak kita dengan penularan di Singapura? Nggak perlu, karena kita sudah terbukti imun, sudah terbukti kebal AY.23. AY.23 yang dominan sekarang kita kena cuma 400. Singapura yang nggak kebal, kena dia 5.000 sehari. Sekarang mungkin sudah turun jadi 3.000 sehari untuk negara sekecil itu. Siapa yang nyerang dia? AY.23," ujar BGS.
Lebih lanjut, dia bilang kalau mutasi berbahaya di AY.42 sudah ada di AY.23 dan AY.24. "Jadi kesimpulannya apa? Ya kita sudah cukup kebal terhadap mutasi berbahaya yang ada di AY.42," kata BGS.
"Aku ulangi lagi setiap lonjakan yang kita lihat itu terjadi karena varian baru. Varian baru bisa terjadi karena dua hal, masuk dari luar seperti Lambda, Mu, dan C.1.2. Apa yang kita lakukan? Kita jaga border-nya," lanjutnya.
"Kedua, bisa terjadi mutasi dari dalam masuknya. Karena kita penularannya tinggi terus terjadi mutasi virus yang ada di dalam. Contohnya AY.23 atau AY.42 mutasi delta tetapi terjadi di luar.
NEXT: Mobilitas Masyarakat Meningkat
(tas/tas)