Jakarta, CNBC Indonesia - Nama besar Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan kembali tercoreng. Pejabatnya yang dipercaya untuk menjadi pengumpul keuangan negara justru melakukan tindakan yang merugikan negara dan terciduk oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
Pejabat DJP yang terciduk ini adalah Wawan Ridwan. Ia diketahui menerima suap ketika menjabat sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bantaeng Sulawesi Selatan.
Penangkapan Wawan Ridwan merupakan pengembangan dari perkara yang sebelumnya menjerat eks pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani yang didakwa menerima suap Rp 57 miliar.
Sebagai pejabat yang memimpin salah satu kantor pajak, Wawan tercatat sebagai eselon III yang pada umumnya berada pada golongan gaji 3D-4B. Artinya, penghasilan yang diterima Wawan nilainya cukup fantastis.
Seperti diketahui, penghasilan yang diterima oleh seluruh PNS di Indonesia sama nilainya dengan golongan yang setara. Yang membedakan adalah tunjangan jabatannya dan kinerja, dimana tunjangan terbesar untuk PNS ada di DJP.
Tunjangan Kinerja DJP tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 37 tahun 2015. Di mana tunjangan terendahnya ditetapkan sebesar Rp 5.361.800 untuk level jabatan pelaksana dan tertinggi sebesar Rp 117.375.000 untuk level eselon I atau Direktur Jenderal Pajak.
Untuk Wawan yang berada di level eselon III, tunjangan jabatan yang diterima sekitar Rp 46.478.000 juta per bulan. Besaran tunjangan yang ditetapkan dalam Perpres 37 tahun 2015 tersebut tidak termasuk gaji pokok. Untuk Wawan yang berada di golongan kisaran IIId - 4b, gaji pokoknya minimal Rp Rp 2.920.800 dan maksimal Rp 5.211.500.
Penghasilan itu juga belum termasuk tunjangan kinerja jika Kantor KPP yang dipimpinnya bisa memenuhi target penerimaan, maka tidak mustahil tunjangan kinerja (tukin) yang didapat mencapai 80% sampai 90%.
Artinya, penghasilan Wawan per bulannya bisa tembus Rp 50 juta per bulannya. Tentu besaran ini jauh lebih tinggi dibandingkan PNS instansi lain yang berada di level yang sama.
Dalam kasus ini, Wawan selaku Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan DJP bersama dengan Alfred, diberikan arahan khusus dari Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani untuk memeriksa tiga wajib pajak.
Tiga wajib pajak yang dimaksud yakni PT Gunung Madu Plantations (GMP) untuk tahun pajak 2016, PT Bank PAN Indonesia (BPI) untuk tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama (JB) untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
"Dalam proses pemeriksaan 3 wajib pajak tersebut, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang agar nilai penghitungan pajak tidak sebagaimana mestinya dan tentunya memenuhi keinginan dari para wajib pajak dimaksud," jelas Ghufron.
Atas hasil pemeriksaan pajak yang telah diatur dan dihitung sedemikian rupa, Tersangka Wawan dan Alfred diduga telah menerima uang yang selanjutnya diteruskan kepada Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani, dengan rincian sebagai berikut:
- Sekitar Januari-Februari 2018 dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 15 miliar diserahkan oleh Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Maghribi sebagai perwakilan PT GMP.
- Pertengahan tahun 2018 sebesar SGD 500.000 yang diserahkan oleh Veronika Lindawati sebagai perwakilan PT BPI Tbk dari total komitmen sebesar Rp 25 Miliar.
- Sekitar Juli-September 2019 sebesar total SGD 3 juta diserahkan oleh Agus Susetyo sebagai perwakilan PT JB.
Dari total penerimaan tersebut, KPK menyebut, Wawan diduga menerima jatah pembagian sejumlah uang sekira SGD 625.000.
"Selain itu, diduga tersangka WR juga menerima adanya pemberian sejumlah uang dari beberapa wajib pajak lain yang diduga sebagai gratifikasi yang jumlah uangnya hingga saat ini masih terus didalami," jelas Ghufron.
Tim Penyidik KPK juga telah melakukan penyitaan tanah dan bangunan milik Wawan di Kota Bandung yang diduga diperoleh dari penerimaan-penerimaan uang suap dan gratifikasi terkait pemeriksaan pajak.
Untuk kepentingan penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pertama untuk 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 11 November 2021 sampai 30 November 2021 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
"Agar tetap mengantisipasi penyebaran virus Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, Tersangka tetap akan dilakukan isolasi mandiri di Rutan tempat penahanan dimaksud," jelas Ghufron.