Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia tumbuh 3,51% pada kuartal III-2021. Secara spasial, Papua menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi.
Pada Juli-September 2021, Produk Domestik Regional Bruto (PDB) Papua tumbuh 14,54%. Di bawah Papua ada Maluku Utara dengan pertumbuhan 11,41% dan Sulawesi Tengah yang tumbuh 10,21%.
Karakteristik provinsi-provinsi tersebut adalah kaya akan sumber daya alam. Misalnya, Papua memiliki banyak potensi mineral logam seperti tembaga, emas, dan perak.
Sepanjang kuartal III-2021, rata-rata harga tembaga di London Metal Exchange (LME) adalah US$ 9371,84/ton. Meroket 43,76% dibandingkan rata-rata kuartal III-2020.
Booming harga komoditas menjadi tema besar di perekonomian dunia pada kuartal III-2021. Komoditas menjalani siklus super (super-cycle) karena tahun lalu permintaan anjlok seanjlok-anjloknya akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Kini ekonomi sudah mulai bangkit, seiring sudah adanya vaksin anti-virus corona. Peningkatan aktivitas manufaktur membuat permintaan terhadap bahan baku meningkat, makanya komoditas kebanjiran pembeli.
Perkembangan ini menjadi 'durian runtuh' bagi provinsi penghasil komoditas. Jadi tidak heran Papua cs jadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi se-Indonesia Raya.
Halaman Selanjutnya --> Pak Anies, Jakarta Merana!
Saat Papua dan provinsi kaya sumber daya alam 'berpesta', bagaimana dengan Ibu Kota Jakarta?
Well, sayangnya provinsi yang dipimpin Gubernur Anies Rasyid Baswedan ini tidak punya sumber daya alam untuk dibanggakan. Jakarta adalah kota jasa, perdagangan adalah lapangan usaha dengan kontribusi terbesar terhadap PDRB (15,27%).
Pada kuartal III-2021, PDRB Jakarta adalah Rp 460,28 triliun. Hanya tumbuh 2,43%, di bawah capaian nasional.
Jakarta tidak bisa berbangga karena pertumbuhan ekonomi yang jauh di bawah provinsi-provinsi lainnya. Pertumbuhan ekonomi 2,43% mengantar Jakarta ke peringkat ke-29 dari 34 provinsi.
 Sumber: BPS DKI Jakarta |
Meski demikian, Jakarta masih menjadi provinsi penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) nasional nomor satu. Pada kuartal III-2021, Jakarta berkontribusi terhadap 16,91% dari perekonomian Nusantara.
 Sumber: BPS DKI Jakarta |
Halaman Selanjutnya --> Jakarta 'Korban' PPKM Darurat
Perekonomian yang bertumpu ke sektor perdagangan membuat Jakarta sangat rentan pada saat pandemi seperti sekarang. Saat pandemi mengganas dan pemerintah pusat bisa mengetatkan pembatasan sosial (social distancing) kapan saja, Jakarta akan sangat merasakan dampaknya.
Pada awal Juli 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk wilayah Jawa-Bali. Kebijakan itu berlangsung pada 3-20 Juli 2021.
PPKM Darurat mewajibkan pekerja di sektor non-esensial dan non-kritikal 100% bekerja di rumah. Siswa-siswi dan mahasiswa kembali belajar dari jarak jauh, setelah sebelumnya ada uji coba Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Pusat perbelanjaan alias mal wajib tutup. Restoran dan warung makan hanya melayani pesanan delivery da takeaway. Bahkan rumah ibadah pun menutup pintu bagi para jamaah.
Aparat keamanan dari TNI dan Polri terjunkan untuk menjaga ratusan bahkan mungkin ribuan titik. Aparat menyekat pengguna jalan, mereka yang diketahui tidak bekerja di sektor non-esensial dan non-kritikal atau tidak punya kepentingan penting bin mendesak diminta untuk balik kanan.
Situasi begitu mencekam kala itu. Suara sirine ambulans meraung tidak kenal waktu. Jakarta bak kota hantu, sepi tanpa tanda-tanda kehidupan. Tidak ada aktivitas perdagangan, yang menjadi urat nadi dan detak jantung perekonomian Ibu Kota.
Jadi jangan heran kalau ekonomi Jakarta hanya tumbuh di kisaran 2%. Tidak dipungkiri, Jakarta adalah 'korban' terparah dari kebijakan PPKM Darurat.
TIM RISET CNBC INDONESIA