Minyak 'Mendidih' Sampai 2022, Arab Cs Pesta Durian Runtuh!

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
10 November 2021 12:15
INFOGRAFIS, Arab Temukan 4 Sumur Migas Baru
Foto: Infografis/ Arab Saudi Temukan 4 Sumur Migas Baru/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Arab Saudi tumbuh 6,8% pada kuartal ketiga 2021 (year-on-year/yoy), tertinggi sejak 2012. Pertumbuhan ini berkat rebound permintaan energi global. Arab Saudi adalah eksportir minyak utama dunia yang diuntungkan karena kenaikan harga.

"Pertumbuhan positif ini disebabkan oleh tingginya peningkatan aktivitas minyak sebesar 9,0% sebagai akibat dari meningkatnya permintaan minyak mentah dunia dan peningkatan produksi Saudi pada tahun 2021," kata Badan Statistik, dikutip dari Reuters.

Produk domestik bruto (PDB) riil secara kuartalan (quarter-to-quarter/qtq) tumbuh 5,8%. Ini didukung oleh pertumbuhan kegiatan eksplorasi minyak 12,9%. Sementara kegiatan non-minyak mencatat pertumbuhan tahunan 6,2%.

"Pemulihan ekonomi Arab Saudi tampaknya telah mengambil kecepatan di kuartal ketiga dan akan tetap kuat selama sisa tahun ini dan 2022, didukung oleh peningkatan produksi minyak," kata Capital Economics yang berbasis di London dalam sebuah laporan pekan lalu.

"Ke depan, ketika produksi minyak meningkat, pembatasan virus semakin dilonggarkan, dan pemerintah condong ke arah pelonggaran kebijakan fiskal, pemulihan kemungkinan akan mengumpulkan momentum."

Arab Saudi tidak sendiri jadi negara teluk yang menikmati berkah dari harga minyak yang naik. Kelima negara teluk lainnya yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) ditengarai juga menikmati untung dari harga minyak yang mendidih sepanjang 2021.

Mengacu data BP Statistic Review, negara-negara teluk berkontribusi terhadap 23% total produksi minyak dunia. Berikut data produksi dan nilai ekspor minyak negara teluk yang telah dihimpun oleh Tim Riset CNBC Indonesia.

Negara

Produksi per Juli 2021

(ribu barel per hari)

Nilai Ekspor (juta)

Porsi Ekspor 2020

Arab Saudi

9.474

US$ 132,02

72%

Uni Emirat Arab

2.722

US$ 213,07

55% (2019)

Kuwait

2.423

US$ 35,85

89%

Qatar

1.362

US$ 42,14

82%

Oman

966

US$ 28,96

69% (2018)

Bahrain (bulan Juni)

174

US$ 5,97

42% (2019)

sumber: Trading Economics

Harga minyak mentah WTI dan Brent sepanjang 2021masing-masing telah naik 63,94% dan 65,48%. Meroketnya harga minyak karena persediaan yang langka di tengah permintaan yang tinggi akibat pemulihan ekonomi dunia.

Halaman Selanjutnya --> Sampai Kapan Harga Minyak Kuat Nanjak?

Pertanyaannya, sampai kapan harga minyak akan naik?

Bank Dunia dalam Commodity Markets Outlook memperkirakan harga energi masih akan naik hingga tahun 2022. Harga energi diperkirakan berangsur turun di pertengahan 2022 karena pasokan yang mulai pulih.

Bank Dunia memproyeksikan harga minyak mentah akan mencapai $74/barel pada tahun 2022, naik dari proyeksi $70/barel pada tahun 2021. Harga minyak kemudian diperkirakan turun menjadi $65/bbl pada tahun 2023.

Sementara itu pandangan lebih agresif atas harga minyak dikeluarkan oleh Goldman Sach dan Bank Amerika (Bank of America).

Goldman Sach memperkirakan permintaan minyak akan segera mencapai tingkat pra-COVID-19 sekitar 100 juta barel per hari (bph) karena konsumsi di Asia rebound setelah gelombang Delta COVID-19.

Selain itu, bank memperkirakan peralihan gas-ke-minyak dapat berkontribusi setidaknya 1 juta barel per hari untuk permintaan minyak. Hal ini akan mendorong harga minyak mendekati US$ 100/barel pada 2021 dan mencapai US$ 110/barel pada tahun 2022.

"Meskipun bukan kasus dasar kami, kegigihan (peralihan) seperti itu akan menimbulkan kenaikan  perkiraan harga Brent menjadi $90/barel pada akhir tahun," kata Goldman dalam reisetnya pad 24 Oktober 2021.

"Kami akan membutuhkan harga untuk naik menjadi $110/bbl untuk menahan permintaan yang cukup untuk menyeimbangkan defisit pasar yang saat ini kami lihat di 1Q22 mengingat ekspektasi kami bahwa OPEC+ terus berlanjut di jalur kenaikan kuota saat ini sebesar +0,4 mb/d per bulan," tambahnya.

Sementara itu, patokan minyak mentah Brent akan mencapai $ 120 per barel pada akhir Juni 2022, menurut Bank of America mengatakan dalam sebuah riset, mengutip Bloomberg.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular