
Siap-Siap Minyak Ngamuk, Diprediksi Bisa Tembus US$ 100/Barel

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak diproyeksi bisa "sangat mudah" mencapai US$ 100 per barel setelah pembicaraan OPEC+ yang gagal. Hal tersebut diungkapkan mantan Menteri Energi AS Dan Brouillette kepada CNBC International, Selasa (06/07/2021).
"Anda dapat dengan mudah melihat minyak mencapai US$ 100 per barel - bahkan berpotensi lebih tinggi," katanya kepada CNBCÂ International, Selasa (06/07/2021).
Di sisi lain, menurutnya itu juga "sama mungkinnya" bahwa harga bisa runtuh.
"Jika tidak ada kesepakatan tentang produksi, dan negara-negara cenderung pergi dan melakukan hal sesuai keinginan mereka sendiri, atau melakukan produksi mereka sendiri, Anda bisa mengalami jatuhnya harga minyak," kata Brouillette, yang menjabat sebagai Menteri Energi AS periode 2019-2021.
OPEC dan sekutunya, yang secara kolektif disebut sebagai OPEC+, dua kali gagal mencapai kesepakatan tentang produksi minyak pekan lalu. Pada hari Senin (05/07/2021), upaya lain untuk melanjutkan pembicaraan kembali gagal dan diskusi ditunda tanpa batas waktu.
OPEC+ yang mencakup Rusia, telah berupaya meningkatkan pasokan sebesar 400.000 barel per hari (bph) dari Agustus hingga Desember 2021 dan mengusulkan perpanjangan durasi pemotongan hingga akhir 2022.
Tahun lalu, untuk mengatasi permintaan yang lebih rendah akibat pandemi, OPEC+ setuju untuk mengekang produksi hampir 10 juta bph dari Mei 2020 hingga akhir April 2022.
Uni Emirat Arab telah mengindikasikan, meskipun mendukung proposal untuk meningkatkan pasokan, namun menolak persyaratan perpanjangan.
Harga melonjak ke level tertinggi dalam tiga tahun setelah gagalnya pembicaraan tersebut kemarin, Senin. Pada hari ini, Selasa (06/07/2021), selama perdagangan Asia, harga minyak melonjak lebih tinggi.
Minyak mentah AS didorong melewati US$ 76 per barel dan patokan internasional Brent lebih tinggi dari US$ 77 per barel.
Harga minyak yang melampaui US$ 100 per barel akan menghancurkan permintaan, ungkap pakar minyak Dan Yergin memperingatkan.
Bila permintaan hancur, maka menurutnya hal itu bukan lah menjadi tujuan dari negara-negara OPEC+ ini.
"Saya pikir negara-negara mengakui bahwa minyak US$ 100 per barel tidak akan menjadi kepentingan (mereka)," ujar Yergin, Wakil Ketua IHS Markit,
"Anda akan melihat pemerintah menuangkan lebih banyak insentif ke mobil listrik, dan melihat dampaknya terhadap permintaan," ujarnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Permintaan Membaik, OPEC Bersiap Tingkatkan Produksi Minyak
