Internasional

Minyak Panas! Arab Saudi-UEA 'Ribut', Kopdar OPEC+ Batal

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
06 July 2021 09:05
A Honor Guard member is covered by the flag of Saudi Arabia as Defense Secretary Jim Mattis welcomes Saudi Crown Prince Mohammed bin Salman to the Pentagon with an Honor Cordon, in Washington, Thursday, March 22, 2018. (AP Photo/Cliff Owen)
Foto: Arab Saudi (AP/Cliff Owen)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertemuan antara kelompok produsen minyak OPEC dan mitranya pada Senin (6/7/2021) telah dibatalkan. Hal ini menyusul perbedaan pandangan yang sangat tajam antara dua produsen minyak besar kelompok itu yakni Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).

Sebenarnya pertemuan yang dijadwalkan diadakan pada pukul 19.00 WIB ini adalah untuk menyelesaikan beberapa konsensus yang belum tercapai pada pertemuan pekan lalu. Namun, setelah penundaan dua jam, dua sumber mengatakan kepada Reuters bahwa pertemuan itu telah ditunda.

Lebih lanjut, mengenai tanggal pengganti pertemuan ini juga belum diumumkan. Seorang sumber menyatakan dengan adanya pembatalan ini, produksi minyak OPEC+ akan berjalan seperti kuota produksi saat ini.

Sementara itu, dikutip dari CNBC International, kedua negara Arab yang berselisih paham ini mulai mengeluarkan pernyataannya masing-masing. Pada Minggu, Menteri Energi dan Infrastruktur UEA Suhail Al Mazrouei mengatakan bahwa apa yang diusulkan dalam pertemuan pekan lalu tidak baik bagi negaranya.

"Bagi kami, itu bukan kesepakatan yang bagus," ujarnya.

Ia juga menambahkan Abu Dhabi sebenarnya bersedia mendukung peningkatan pasokan minyak jangka pendek. Namun negeri itu masih menginginkan kesepakatan terbaik pada 2022.

Di sisi lain, Arab Saudi juga membalas. Menteri Energi Arab Saudi Abdulaziz bin Salman menyerukan kompromi dan rasionalitas untuk mencapai kesepakatan.

Sebenarnya perselisihan antara UEA dan Arab Saudi sendiri terjadi setelah kedua negara berpandangan berbeda soal produksi minyak. Abu Dhabi menginginkan peningkatan produksi hingga akhir tahun depan karena pihaknya menilai kebutuhan minyak dunia akan meningkat dan pihaknya telah berinvestasi cukup banyak untuk mengakomodir peningkatan itu.

"Perusahaan Minyak Nasional Abu Dhabi telah berinvestasi dalam kapasitas baru, telah mengambil peran yang lebih aktif dalam perdagangan," kataNeil Atkinson, seorang analis minyak independen, kepada CNBC International.

"Mereka melihat ke masa depan, mereka melihat permintaan minyak terus tumbuh dalam jangka menengah, mereka telah memasang lebih banyak kapasitas dan mereka menginginkan pangsa pasar yang lebih besar saat kita melewati tahun 2020-an."

Di sisi yang paling ekstrim, pentolan OPEC Arab Saudi dan pemimpin non-OPEC Rusia disebutkan justru mengusulkan perpanjangan durasi pemotongan. Yakni dari awal tahun 2022 hingga akhir tahun depan.

Chris Midgley, kepala analitik global di S&P Global Platts, mengatakan pertemuan OPEC dan OPEC+ ini akan berpengaruh kuat terhadap harga minyak karena hasilnya akan langsung terasa pada pasokan bulan depan.

"Platts Analytics percaya harga dapat secara singkat memasuki level tertinggi di atas US$ 70-an sebelum pembelian Eropa mulai berkurang pada akhir Juli dan potensi pengembalian barel Iran memungkinkan Brent untuk menelusuri kembali ke level terendah," kata Midgley.

"OPEC mungkin menahan harga di atas US$ 70 per barel tetapi pada akhirnya kurva ke depan menunjukkan harga sedikit di bawah."

Harga minyak sendiri telah mengalami reli yang cukup signifikan dari bulan Januari lalu. Secara rinci, per hari Jumat (2/7/2021), harga minyak mentah berjangka Brent diperdagangkan pada US$ 75,76 per barel.

Harga ini lebih tinggi 45% dibanding Januari lalu. Di mana saat itu harga berada di US$ 51,80 per barel.

Selain Brent, West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) diperdagangkan di level US$ 74,28 pada pembukaan transaksi awal di London. Angka ini51,4% lebih tinggi dibanding enam bulan lalu.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Arab Saudi Desak UEA Tak Hambat Kenaikan Produksi Minyak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular