Gencarkan EBT, Siap-Siap BPP Listrik Melonjak di 2025!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
09 November 2021 15:50
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (CNBC Indonesia/ Andrean Krtistianto)
Foto: Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (CNBC Indonesia/ Andrean Krtistianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia semakin serius untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca  sebesar 29% pada 2030  dengan upaya sendiri (Nationally Determined Contribution/ NDC) dan 41% dengan bantuan internasional.

Salah satu upaya untuk mencapai hal tersebut yaitu dengan menggencarkan energi baru terbarukan. Pemerintah menargetkan bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada 2025 mendatang dari saat ini sekitar 11%.

Tak tanggung-tanggung, dalam Rencana usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, energi hijau mendominasi dari penambahan pembangkit listrik baru hingga 2030.

Pemerintah menargetkan ada tambahan pembangkit listrik baru selama 2021-2030 sebesar 40,6 GW, di mana pembangkit berbasis EBT mencapai 20,9 GW atau 51,6% dan pembangkit listrik berbasis energi fosil sebesar 48,4% atau 19,7 GW.

Namun demikian, tambahan proyek EBT ini diperkirakan akan berimbas pada melonjaknya Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik.

"Kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah akan sangat berpengaruh pada BPP, terutama kebijakan bauran EBT 23% pada 2025. BPP diproyeksikan akan meningkat signifikan pada tahun 2025 sehubungan dengan upaya untuk memenuhi kebijakan pemerintah terkait bauran energi dari EBT di atas 23% pada tahun 2025," dikutip dari dokumen RUPTL 2021-2030 tersebut.

BPP listrik pada 2025-2030 diperkirakan akan melonjak menjadi Rp 16.37 per kilo Watt hour (kWh) dari Rp 1.445 per kWh pada 2021-2024.

"Rata-rata BPP pada tahun 2021-2024 sebesar Rp 1.445/kWh dan meningkat menjadi rata-rata sebesar Rp 1.637/kWh pada tahun 2025-2030 untuk memenuhi target EBT 23% mulai tahun 2025," tulis RUPTL 2021-2030.

Pemerintah saat ini juga tengah menyusun Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) mengenai tarif pembelian tenaga listrik berbasis EBT oleh PT PLN (Persero).

Salah satu substansi di dalam Rancangan Perpres ini adalah kewajiban PLN untuk membeli listrik dari energi terbarukan.

Selain itu, poin penting lainnya dalam Rancangan Perpres ini yaitu pemberian biaya penggantian oleh pemerintah kepada PLN apabila pembelian listrik energi terbarukan menyebabkan peningkatan BPP listrik PLN.

Mantan Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran mengatakan, jika di hulu terus-terusan ditekan, sementara permintaan di hilirnya belum bergerak, maka akan berdampak pada pasokan listrik yang akan semakin berlebih.

Pembangkit batu bara saat ini menurutnya masih sanggup untuk menopang beban, namun ketika pembangkit EBT dipaksa untuk masuk, maka tentunya akan berdampak pada pasokan listrik yang semakin berlebih.

Ketika ini terjadi dan PLN dipaksa tetap harus membeli listrik EBT baru, termasuk pada harga berapa pun, maka diperkirakan BPP listrik PLN akan semakin membengkak. Kalaupun ada kompensasi diperkirakan akan memakan waktu bagi pemerintah untuk membayarnya ke PLN.

"Kan pembangkit idle harus dikurangi kapasitasnya, kalau dikurangi biaya produksi naik. Ditambah EBT, bisa gak produksi lebih murah, kalau gak, BPP naik. Kalau BPP naik, kompensasi bisa lari ke tarif dan kompensasi negara," jelasnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (03/11/2021).


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Komitmen PLN Menuju Energi Bersih: Pensiunkan PLTU-Garap EBT

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular