Pengusaha Akui Sepakat Kenaikan Royalti Batu Bara, Tapi..

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
Selasa, 09/11/2021 11:50 WIB
Foto: Kapal tongkang Batu Bara (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah sejak awal tahun ini berencana bakal menaikkan tarif royalti batu bara di mana kenaikan tarif royalti akan menyesuaikan harga aktual. Di tengah ledakan harga batu bara saat ini, penerapan tarif royalti batu bara seperti ini tentunya akan menambah keuntungan negara.

Pengusaha batu bara pun angkat bicara mengenai rencana pemerintah ini.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, secara prinsip pihaknya tidak keberatan dan akan mematuhi kebijakan pemerintah. Dalam diskusi yang dilakukan dengan pemerintah, pihaknya mengaku sepakat dengan kenaikan royalti dengan batas-batas tertentu.


"Sehingga dalam diskusi dengan pemerintah, wacana kenaikan tarif royalti kami sepakat, namun dalam batas-batas yang dapat diterima perusahaan," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, dikutip Selasa (09/11/2021).

Pihaknya berharap agar dalam menentukan tarif royalti, pemerintah melihat outlook harga batu bara ke depannya, terutama ketika batu bara saat ini sedang mengalami tekanan bertubi-tubi.

"Ini akan kurangi peluang-peluang ke depan. Oleh karena itu, beban-beban dari tarif royalti, PPN mau dinaikkan dan lainnya ini akan pengaruhi perusahaan survive jangka panjang," jelasnya.

Mengenai batasan royalti yang bisa diterima, Hendra belum bisa menyampaikannya. Namun dia menegaskan, ada level tarif yang pihaknya sepakati dengan pemerintah dari hasil diskusi.

"Ada kontribusi perusahaan jika pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) kontrak berakhir dan konversi ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)," lanjutnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, sudah ada buka-bukaan antara pengusaha dan pemerintah, berapa tarif yang masih bisa diterima. Karena jika terlalu tinggi bisa membuat perusahaan jadi minus.

"Sudah buka-bukaan, bahwa tarif sekian kami terima kalau sekian kami minus, kami serahkan ke pemerintah, melihat dengan bijak bagaimana tarif diterapkan," paparnya.

Hendra menjelaskan tarif royalti yang berlaku saat ini sebesar 13,5% untuk pemegang PKP2B. Selain rencana kenaikan tarif royalti, menurutnya pengusaha juga akan dibebani dengan pajak karbon.

"Jadi beban harus dipertimbangkan, royalti, PPN, dan pajak-pajak lain. Perusahaan batu bara saat krisis berkontribusi signifikan pada penerimaan negara," ungkapnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan, besaran royalti akan disesuaikan dengan harga aktual batu bara.

"Sekaligus juga tarif royalti batu bara diusulkan diubah dengan pola yang sama yaitu menyesuaikan dengan harga aktual, di mana tarif sebelumnya dipatok tetap tidak mengikuti fluktuasi harga," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (19/05/2021).

Lebih lanjut dia mengatakan, usulan perubahan tarif royalti tersebut menjadi bagian dari revisi Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2019 Tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku Pada Kementerian ESDM.

Ridwan menyebut, saat ini revisi PP dalam tahap evaluasi dan berada di bawah koordinasi Kementerian Keuangan.

"Saat ini (revisi PP) tengah dievaluasi dan dibahas antar kementerian/lembaga di bawah koordinasi Kementerian Keuangan," tuturnya.

Berdasarkan PP No.81 tahun 2019, tarif royalti batu bara yang berlaku saat ini terdiri dari dua jenis, yaitu 13,5% untuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), dan 3%, 5%, 7% bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), tergantung tingkat kalori.

- Royalti 3% dari harga jual bila tingkat kalori batu bara di bawah sama dengan 4.700 Kkal/kg,
- Royalti 5% bila tingkat kalori antara 4.700-5.700 Kkal/kg, dan
- Royalti 7% bila kalori di atas sama dengan 5.700 kkal/kg untuk tambang batu bara terbuka (open pit).


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil Sindir Negara Eropa Beli Batu Bara ke Indonesia