Harga Listrik EBT Lebih Mahal, Pemerintah Rela Nombokin!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
02 November 2021 14:50
PLTP (Dok: PLN)
Foto: PLTP (Dok: PLN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) mengenai tarif pembelian tenaga listrik berbasis energi terbarukan oleh PT PLN (Persero).

Salah satu substansi penting dari Rancangan Perpres ini adalah pemberian biaya penggantian bagi PT PLN (Persero) apabila pembelian listrik energi terbarukan menyebabkan peningkatan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik PLN.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya.

Dia menjelaskan, pemerintah akan membayar selisih jika harga listrik dari energi terbarukan lebih mahal dari BPP setempat.

"Jadi kalau harga jual US$ 10 sen, BPP di setempat US$ 8 sen, maka US$ 2 sen per kWh akan diberikan negara ke PLN," ungkapnya dalam webinar 'Menuju COP26 Glasgow' baru-baru ini, dikutip Selasa (02/11/2021).

Selain pemerintah yang siap nombok, ada empat substansi lain dari RPerpres energi terbarukan ini, yakni kewajiban PT PLN (Persero) untuk membeli listrik dari pembangkit energi terbarukan.

"Kami sedang menunggu RPerpres, di dalam RPerpres ini ada proses transparansi yang lebih baik di mana kita wajibkan PLN membeli listrik dari pembangkit energi terbarukan," lanjutnya.

Listrik yang wajib dibeli oleh PLN mencakup seluruh jenis pembangkit listrik energi terbarukan, di antaranya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB).

Selanjutnya adalah mekanisme harga yakni skema feed in tariff, harga patokan tertinggi, dan harga kesepakatan. Kemudian, insentif fiskal dan non fiskal untuk pengembangan listrik energi terbarukan.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Fraksi PAN Eddy Soeparno mengatakan, masalah tarif ini menjadi tantangan pengembangan sektor EBT saat ini.

"Soal tarif ini menjadi tantangan, tarif tersebut (PLTS) apakah perlu diregulasi secara khusus, bagaimanapun ini investasinya besar, bahkan banyak merupakan pilot project investor," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Kamis (03/06/2021).

Bagi investor yang sudah menanamkan dananya, maka menurutnya mereka butuh kepastian tingkat pengembalian modal. Dia berpandangan bahwa mekanisme feed-in tariff yang diusulkan untuk PLTS adalah alternatif terbaik.

Oleh karena itu, pihaknya juga masih menunggu pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang tarif energi baru terbarukan, termasuk tarif listrik PLTS.

"Investor yang menanamkan dananya butuh kepastian tingkat pengembalian, ini bergantung pada mekanisme tarif, feed in tariff yang diusulkan adalah alternatif terbaik, kami tunggu Perpres," lanjutnya.

Dia menegaskan, tarif listrik untuk sektor EBT harus bisa diterbitkan segera agar investasi bisa masuk dan calon investor bisa mengetahui tingkat pengembalian dari investasinya.

"Tarif dari sektor EBT diharapkan bisa terbit segera, agar investasi bisa masuk, calon investor tahu tingkat pengembalian dari investasinya," ungkapnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segudang Insentif Energi Hijau dari Pemerintah, Apa Saja?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular